Rabu, 12 Oktober 2016

Rakyat Harus Cerdas dalam Berpolitik

Politik saat ini tengah mengalami pembiasan makna yang cukup signifikan. Dahulu politik digunakan sebagai alat yang menyatukan warga negaranya. Seperti yang dilakukan oleh Muhammad, saat itu membuat regulasi atau kebijakan yang bernama Piagam Madinah. Politik merupakan suatu alat yang bersifat memaksa. Hingga sampai saat ini, politik dapatdijadikan alat sebagai neo diktatorisme (atau orde baru versibaru) dan mendapatkan modal kembali (setelah mengeluarkannyadalam rangka tebar pesona).Sudah 71 tahun bangsa ini merdeka, melepaskan diri dari ikatan penjajah dan kolonialisme. Namun, bagaimana dengan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945?belum terwujud dengan baik sampai saat ini. Setelah kita melepaskan diri dari penjara kolonial, kok saat ini seperti masuk penjara yang baru? Penjara yang dibuat oleh saudara-saudarakita sendiri. Semakin banyak pejabat yang berjaya, semakin banyak rakyat biasa yang tak kunjung bahagia? Yang kaya makin jaya, yang miskin makin fakir, yang biasa makin biasa saja.Begitu panjang perjalanan politik yang ada di Indonesia. Politik sebagai ajang kapitalisme dan penindasan. Kini, politik menjadi industrialisasi. Para calon pemimpin melakukan tebar pesona, berbagi rezeki yang mereka punya atas nama pencitraan bahwa mereka lah yang layak menjadi pemimpin mereka. Lah? Bukankah pemimpin itu merupakan contoh teladan bagi rakyatnya? Yang cerdas, benar, amanah dan menyampaikan (transparan, tidak menyembunyikan), bukan yang bagi-bagi sembako dan baju koko. Ya, kalau ada yang seperti itu ambil saja, tapi jangan pilih orangnya, hehe. Kondisi menggambarkan keadaan politik yang bertujuan menanamkan investasi dalam bursa demokrasi. Memberi peluang kepada cukong-cukong(makelar/mafia politik) ikut bermain didalamnya. Para pengusaha akan memberi modal kepada kandidat pemimpin sebagai biaya memperebutkan kekuasaan. Banyak cukong sukses membangun kerajaan bisnis berawal dari keterlibatannya membiayai kandidatnya menjadi pe(nguasa)mimpin atau mesin uang untuk pemilik modal, seperti proyek saja ya ckck. Bagaikan 2 sisi mata pisau. Mata pisau yang satu untuk kebajikan , dan yang satu untuk menindas yang lemah. Suatu kemunafikan yang luar biasa. Di sisi pemerintah membuat kebijakan untuk kebaikan bersama, tapi di sisi lain pun sekaligus menindas rakyat yanglemah. Terlihatnya apartemen yang megah, tetapi dibelakangnya terdapat warga yang tak terurus.Sebentar lagi kita akan merasakan atmosfer Pilkada. Rakyat tidak boleh dibodohi. Maka, kita harus pandai dalam mencarisosok pemimpin yang kita rindukan.“ Rakyat itu badan dan jiwa bangsa. Rakyat yang menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat kita. Hidup atau matinya bangsa tergantung kepada semangat rakyat...” -Bung Hatta. Ingatlah bahwa kesalahan pemimpin merupakan kesalahan rakyat. Bahwa pemimpin merupakan proyeksi dari rakyat. Tetapi kita tidak boleh hanya berdiam diri. Kita tegur bapak kita, ingatkan akan apa yang ia janjikan saat kampanye dan kekhilafannya. Bergeraknya rakyat akan menentukan masa depan rakyat. Maka rakyat tidak boleh diam ketika saudara-saudarakita ditindas dan dirugikan. Pun, mahasiswa sebagai elemen dari rakyat harus menjadi poros tengah dalam perpolitikan di negeri ini, menjadi penghubung antara rakyat dengan pemerintah. Tidak dapat dipungkiri, sejak dahulu mahasiswa menjadi motor dalam bergeraknya rakyat dan menjadi pendesak pemerintah. Akankah mahasiswa (masih) diam saja? Bergeraklah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar