Minggu, 07 Oktober 2018

Raja Tanpa Mahkota dan Sarekat Islam


Raja Tanpa Mahkota dan Sarekat Islam
Oleh : Fajar Subhi



            Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo pada 16 Agustus 1882. Ayahnya, R. M. Tjokroamiseno adalah wedana di Kleco, Madiun dan kakeknya, R. M Tjokronegoro, pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo, salah seorang ulama paling berpengaruh di Jawa pada abad ke-19. Setelah lulus dari OSVIA (Opleiding School voor Indlandsche Ambtenaren) Magelang pada 1902, anak kedua dari dua belas bersaudara ini bekerja sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi hingga 1905. Pada masa ini ia juga menikahi Soeharsikin, yang dikaruniai lima orang anak. Anak pertama Netty Oetari yang pernah menikah dengan Bung Karno. Anak kedua bernama Oetaryo Anwar Tjokroaminoto, dengan aktifitas dan tugas sebagai wartawan, Penasehat Panglima Besar Sudirman, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Anak ketiga Harsono Tjokroaminoto dengan julukan masa kecil “Mustafa Kamil”, beberapa kali sebagai menteri pada Pemerintahan Republik Indonesia di tahun 1940-1970-an, anak keempat bernama Islamiah, dan anak terakhir bernama Suyud Achmad juga seorang wartawan.

            Gang Peneleh, ialah lokasi Rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto selama tinggal di Surabaya. Beliau sebagai ketua salah satu organisasi pergerakan terbesar di Hindia Belanda, Sarekat Islam. Selain dibuat usaha kos-kosan oleh istrinya, rumah itu sering dipakai oleh Tjokroaminoto untuk mengajar dan berdiskusi dengan para aktivis muda. Beberapa diantara mereka yang pernah tinggal dan menjadi murid Tjokroaminoto di rumah tersebut adalah Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso dengan Partai Komunis Indonesia, sedangkan Kartosoewirjo dengan pemikiran Islam yang radikal. Dari rumah tersebutlah kemudian Tjokroaminoto dikenal sebagai guru para pendiri Bangsa Indonesia. “Raja Tanpa Mahkota”, begitulah dipanggil oleh orang Belanda. Beliau adalah BAANBREKER INDONESIA. Peretas jalan, peletak fondasi awal bangunan republik.


[Lahirnya Sarekat Dagang Islam]
              Di Surakarta, R.M. Tirtoadhisoerjo (yang selanjutnya akan menjadi pemimpin Redaktur Sarotomo) berhasil meyakinkan H. Samanhoedi, seorang pengusaha batik yang besar dari kampung Laweyan, perlunya mendirikan perkumpulan dagang seperti di Batavia dan Bogor itu. Pada akhir tahun 1911, H. Samanhoedi berhasil menghimpun pengusaha-pengusaha batik di Surakarta untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan nama Sarekat Dagang Islam.
            Serikat ini seperti bentuk dari koperasi dagang pengusaha-pengusaha batik yang bertujuan merobohkan monopoli pedagang-pedagang Cina yang menyediakan bahan-bahan baku bagi perusahaan batik. Dalam waktu yang singkat, pergerakan Sarekat Dagang Islam Surakarta ini meluas dan berkembang. Anggota SDI tidak hanya terbatas pada pengusaha batik, tetapi juga pedagang Indonesia dan rakyat pada umumnya.
Kemudian serikat-serikat ini menyusul dan muncul di beberapa tempat di luar Surakarta, diantaranya di Surabaya yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Karena berkembangnya pergerakan Sarekat Dagang Islam, baik kuantitas dan kualitas dari para anggotanya, kata ‘dagang’ dihapus dan selanjutnya bernama Sarekat Islam (disahkan dengan akte notaris di Surakarta pada tanggal 10 September 1912).

Berdasarkan anggaran dasar SI, tidak terbatas pada perdagangan saja, tetapi juga mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial, hingga agama Islam bangsa Indonesia. Seiring berkembangnya pergerakan SI, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kalangan orang-orang Cina. Terjadi konflik di beberapa kota terutama yang ada cabang SI. Konflik tersebut menjadi bentrokan di Surakarta, Surabaya, Semarang dan Kudus.
Upaya pergerakan SI yang dimotori oleh HOS Tjokroaminoto dan H. Samanhoedi bukanlah suatu hal yang mudah. Tjokro ditangkap dan dipenjara atas tuduhan-tuduhan yang menimpanya. Terjadi pembekuan dan pelarangan oleh pemerintah Belanda, adapun sinyal disahkannya SI tetapi hanya bersifat lokal. Sarekat Islam mendulang banyak anggota dan Tjokro menarik massa secara besar-besaran yang tak lepas dari strategi yang dilakukannya. Beliau melakukan interaksi terhadap Indische Partij (Douwes Dekker, Soewardi, dan Tjipto Mangoenkoesoemo). Tjokro belajar tekni rally dalam ekspetasi massa dan tidak sekadar menulis di surat kabar dan vergadering, tetapi juga berunding dengan penguasa.
Pada tahun 1923, diadakan rapat terbuka di Batavia. Kemudian juga diselenggarakan kongres di Madiun pada tanggal 17-23 Februari 1923. Kepiawaian Tjokro dalam berpolitik ditunjukan, ia—beserta Agus Salim—mendekat ke PKI dengan tidak bermaksud mengikuti pahamnya. Tjokro kembali terpilih sebagai ketua CSI.
Beberapa bulan kemudian, PKI semakin kuat dan CSI kian lemah. Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan pada tahun 1924 dengan maksud menghimpun kaum perjuangan membela buruh dan rakyat jelata. Menurutnya, buruh dan rakyat jelata adalah korban dari sosok kapitalisme penjajahan Belanda. Sebelumnya, Indischee Sociaal-Democratische Veereninging (ISDV) didirikan oleh tokoh Belanda kiri, Sneevliet pada tahun 1914 dan menyebarkan pahamnya untuk melawan kolonialisme. Semaoen, salah satu murid Tjokro belajar dari Sneevliet yang bertemu di Surabaya pada 1915. Nama ISDV berubah menjadi Perserikatan Komunis Hindia yang kemudian diubah lagi menjadi PKI pada tahun 1924. Memperluas pemahaman ke pedesaan, baik di pulau Jawa maupun luar pulau Jawa, yang diharapkan menjadi persiapan untuk revolusi.
Pada bulan November 1924, Tjokroaminoto menulis Islam dan Sosialisme. Kemudian beliau bersama KHM Mansyur diutus mewakili Mu’tamar Al-Alamul Islami far’ul Hindish Sharkiyyah (MAIHS), kongres Islam Sedunia cabang Hindia Timur yang diprakarsai oleh Raja Abdul Aziz Ibnu Sa’ud di Mekah pada 1 Juni 1926. Sepulang dari Mekah, beliau dipanggil Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Pada 28 Oktober 1928, sumpah Pemuda dibacakan.
Tahun 1930, nama partai Sarekat Islam Hindia Timur berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan akhir tahun 1930 keluar dari PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
HOS Tjokroaminoto wafat pada 17 Desember 1934. Sepeninggal beliau PSII tetap hidup dan dilanjutkan oleh Agus Salim dan Kartosoewirjo. Inilah masa semua orang merasa kehilangan sosok guru, induk semang yang membuka pikiran rakyat pribumi untuk berani menegakkan kebenaran berlandaskan Agama Islam. Beliau mengembuskan napas terakhirnya pada 10 Ramadan 1353 pada usia 52 tahun. Almarhum dimakamkan di TPU Kampung Pakuneen, Wirubrajan, Yogyakarta. Dalam tulisan yang dimuat di Sendjata Pemoeda (surat kabar PSII) , Tjokro menegaskan : keutamaan, kebesaran, kemuliaan dan keberanian bisa tercapai lewat ilmu tauhid. Salah satu trilogi Tjokroaminoto yang termasyhur adalah setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. HOS Tjokroaminoto menjadi inspirasi besar hingga tumbuhlah sosok kaum perintis kemerdekaan.
#BelajarDariSejarah #Indonesia #HOSTjokroaminoto #Surabaya


Referensi Tulisan:       -     Rumah HOS Tjokroaminoto, Surabaya.
-          Shiraishi, T. (1997). Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. (H. Farid, Penerj.) Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
-          idsejarah.net
-          ANRI Serikat Islam Lokal




HOS Tjokroaminoto. Sumber : Dokumentasi Pribadi 2018





Rumah HOS Tjokroaminoto. Sumber : Dokumentasi Pribadi 2018






Tidak ada komentar:

Posting Komentar