Jumat, 24 November 2017

Malam dan Keramaian, Inspirasi Tersendiri untuk Menulis

Kapan Waktu Terbaikku untuk Menulis?
Kapan Aku Mendapatkan Ide-Ide untuk Menulis?

- Fajar Subhi

Sumber gambar : Hola Wallpaper 2016


Dengan nama Allah yang Maha Ilmu, tiadalah hanya percikan air yang kami miliki daripada-Mu. Izin kepada (alm) Pramoedya Ananta Toer yang begitu dikagumi oleh kalangan Sastrawan. 

Aku adalah orang yang sok-sok'an untuk tampil, bisa dan terlihat keren. Padahal yaa biasa saja. Terlebih dalam hal menulis (fiksi dan nonfiksi). Tetapi aku cuek saja, pun siap mendapat kritik dari siapapun. Niatku ialah untuk berbagi kebaikan, dan membuktikan bahwa menulis ialah sebuah kebutuhan. 

Waktu terbaikku untuk menulis ialah saat kapan saja ketika mendapat inspirasi. Terkadang di waktu sunyi, juga di waktu ketika ramai. Ketika di waktu sunyi, aku lebih nyaman dan tenteram (hati) diwaktu malam. Kenapa di waktu malam? Karena saat itulah aku mengakhiri keseharian setelah bergelut dengan berbagai aktivitas. Sampai-sampai, aku memulai hari (tidak jarang) juga dengan menulis. 

Artinya, aku menulis disaat pertengahan malam hingga berganti hari. 

Aku mendapat ide-ide menulis di waktu keramaian dan waktu malam. Di waktu keramaian, entah kenapa bermunculan ide untuk menulis. Karena yang aku lihat banyak orang yang sedang sibuk dengan aktivitasnya. Menjadi inspirasi tersendiri untuk ide menulis.

Di waktu malam, aku mengingat apa saja yang telah ku lalui hari ini dan sebelumnya. Lalu aku tuangkan dalam tulisan yang akan mengabadi. Tiada esensi dari hidup ketika kita tidak menulis. Maka, menulis ialah menghargai bahwa kita hidup. Aku berpikir, maka aku menulis.


-Tulisan ini selesai Pukul 23.15 WIB ketika sedang dalam perjalanan (hampir sampai) ke Desa Sindangsari, Kabupaten Cianjur, diterangi cahaya bulan dan bulir air hujan yang berjatuhan

Kamis, 23 November 2017

Gerakan Nyata dalam Membangun Bangsa

Gerakan Nyata dalam Membangun Bangsa
oleh : Fajar Subhi

Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi2017

Mengenai suatu pergerakan, saya lebih mendekat pada suatu makna kepedulian. Ketika ada suatu kelompok yang ingin membantu kelompok lainnya yang sedang dalam keresahan. Karena berbagai macam faktor,terkhusus pada kebijakan para elit politik dan pemerintah yang hanya menguntungkan pihak mereka. Para wayang yang dijadikan objek tidak merasakan keuntungan bahkan tertindas karena kebijakan tersebut. Ini saatnya kita sebagai pemuda dan mahasiswa dalam membentuk sebuah gerakan yang mengkritisi dan melawan kezaliman pemerintah. Pada awal abad 20 keadaan Indonesia masih terjajah oleh Belanda. Tetapi para pemuda tidak hanya tinggal diam. Mereka terus belajar bagaimana Indonesia bisa terlepas dari rantai perbudakan.

Ada berbagai macam pergerakan saat itu, ada Sarekat Islam, Boedi Oetomo. Para pemuda didalamnya bukan hanya mendirikan, tetapi memikirkan bagaimana hal ini bisa menjadi pergerakan. Mereka juga membuat jurnal, ada Sinar Djawa, Medan Bergerak, Medan Prijaji, Islam Bergerak dll. Tercatat beberapa nama seperti Samanhoedi, Misbach, Tjipto, Tjokroaminoto dan masih banyak lagi yang aktif dalam pergerakan pada saat itu. Disusul dengan Soekarno, Hatta, Ahmad Yani dll. Mereka berjuang untuk merebut tanah air dari belenggu penjajah.

Kemudian sebelum itu Tjipto dan Soewardi mendirikan Komite Bumiputra untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda yang terdiri atas Tjipto sebagai ketua, Seojatiman sebagai wakil, Soewardi sebagai sekretaris dan Wignjadisastra sebagai bendahara dan menerbitkan tulisan Soewardi “Als ik eens Nederlander was”, tulisan yang paling radikal saat itu. Mengkritik pemerintah hindia belanda, masalah dominasi dan penundukan kolonial.

Saat ini kita harus mempertahankan tanah air ini dan mengisi kemerdekaan. Aksi adalah hal yang harus kita lakukan. Aksi intelektual, aksi sosial dan aksi jalanan. Pada aksi intelektual, ketika kita sedang berada di dalam kelas. Belajar, berdiskusi dan menulis adalah aksi intelektual. Tetapi tidak hanya itu saja, mengimplikasikannya itu penting sebagai output atas pelajaran yang telah didapatkan. Selain itu, menulis opini dan mengkritik pemerintah atau birokrasi melalui media dan cara-cara kreatif juga termasuk aksi intelektual.

Kemudian aksi sosial, yakni mengadakan kegiatan sosial dan secara langsung kita terjun ke masyarakat. Banyak hal yang bisa kita lakukan disini, seperti bakti atau donasi sosial, santunan, buka bersama di panti asuhan, mengajar dan mengabdi. Itu merupakan aksi sosial yang dapat meringankan orang-orang yang membutuhkan serta membangun peradaban. Lewat aksi tersebut kita dapat mengajar anak-anak yang belum bisa mendapatkan pendidikan formal di sekolah, dengan mengajarkan membaca, menulis dan menghitung. Salah satu aksi yang luar biasa ialah Sokola Rimba yang diinisiasi oleh Butet Manurung[1]

Terakhir yaitu aksi jalanan. Ketika sudah terjadi ketidakwarasan pemerintah dalam membuat kebijakan dan bersikap. Misal dalam menjalankan proyek Reklamasi. Sudah jelas proyek reklamasi membuat masyarakat di sekitar pantai Jakarta dan sekitarnya merugi. Terkhusus masyarakat yang tinggal disana, yang notaben bermatapencaharian sebagai nelayan menjadi terganggu dalam mencari ikan. Karena laut menjadi keruh dan kotor. Sehingga para nelayan harus melaut lebih jauh dari biasanya dan akibatnya bertambah ongkos untuk solar yang biasanya hanya butuh 30 liter menjadi 40 liter. [2] Aksi massa menjadi sebuah jalan untuk mendesak pemerintah agar memberhentikan proyek reklamasi. 

Ketika pemerintah sudah semena-mena dalam membuat kebijakan dan regulasi yang hanya menguntungkan pihak mereka. Yang masyarakat rasakan ialah keresahan dan kesusahan. Dalam hidup, memenuhi kebutuhan pokok, menuntut ilmu, membuat reklamasi, mengadakan uang pangkal dan masih banyak. Kita melakukan aksi ini karena memang mendesak pemerintah untuk mendengar aspirasi dan menuntut untuk kebijakan yang pro rakyat. Setelah kita lulus dan memiliki dunia masing-masing, tidak lupa dengan idealisme saat memperjuangkan rakyat untuk menegakkan keadilan. Terkhusus pada kita yang nanti akan terjun ke dunia masyarakat menjadi aktivis sosial, politik dan pemerintahan. Untuk membuat regulasi yang membangun bangsa dan dapat menjadi representatif dari rakyat untuk membangun bangsa Indonesia .                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          Daftar Pustaka

Bisri, I. (2004). Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Shiraishi, T. (1997). Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. (H. Farid, Trans.) Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.






Selasa, 21 November 2017

Menulis sebagai Esensi Kita Hidup

Mengapa Aku (harus) Menulis?
Sumber gambar : google.com

Menulis bagiku, ialah suatu ikhtiar dalam meluapkan emosional kita. Sebuah esensi, dari kita hidup di dunia ini. Karena menurutku, seseorang boleh saja terkenal di suatu masa-nya. Tetapi kalau ia tidak menulis (meninggalkan jejak kata), maka ia akan lenyap dan tergeruskan oleh waktu. Kalau ia menulis, maka akan terkenang selama tulisan itu dapat di resapi oleh penikmatnya.

Aku memiliki cita-cita untuk menjadi penulis. Tidak sekadar itu, yakni penulis yang handal dan menuliskan suatu hal yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Orientasi aku menulis ialah untuk menebarkan cerita, sajak, narasi dan sebagainya yang berdasarkan prinsip kebermanfaatan. Ini adalah sebuah proses untuk mencapai itu. Juga, aku ingin sekali aku memiliki karya, yaitu buku. 

Menulis adalah sebuah pergerakan. Karena menurut Sayyid Quthb, "Satu peluru mampu menembus satu kepala, namun satu penulisan mampu menembus ribuan bahkan jutaan kepala.”

Selain itu pun, menulis adalah bekerja untuk keabadian (Pramoedya Ananta Toer).

Rabu, 08 November 2017

Dua Kebahagiaan yang Terpisah

Dua Kebahagiaan yang Terpisah
oleh : Fajar Subhi
Dokumentasi Pribadi 2017
Lokasi : Puncak Gunung Merbabu

Serinai bahagiamu, semoga benar adanya
Rangkai asa, atas esensi mimpimu
Ketuk pintu langit, diam-diam saja
Biar Dia yang mendengar ketukan itu

                Andai logika
                Tiadalah bisa kita berjumpa
                Mesti melangkah seribu-duaribu
                Merenang berjuta kubik air

Sudah, rangkai selalu asa
Biar rasa berjalan sendirinya
Tuhan akan memberi rel
Jalanku, jalanmu

                Tidaklah..
                ..yang berhak mengatur
                Kecuali Dia
                Lanjut saja kan bahagia kita rasa

Terus saja kamu melangkah di jalanmu
Biar saja aku melangkah di jalanku

                Pesona senja di langitmu
                Indah memburai senja di langitku
Kan menjadi pesona indah senja
Di langit kita..


Lagi, kita kan bertemu di jalan-Nya

Sabtu, 04 November 2017

Pesan Ramadhan : Harus Saleh Sosial (juga)

[Late Post]

Pesan Ramadhan : Harus Saleh Sosial (juga)
Oleh : Fajar Subhi
.
Kini..
Engkau telah melipir ditengah kerumunan suatu cipta
Kami jamu engkau dengan begitu hangat
Hangat itu..
Bagai suasana di senja hari
Berwarna jingga, yang begitu dekat rasa makna itu juga bersahaja

            Ku ingat..
Tahun lalu ku begitu payah dalam menjamu engkau
            Ayat-ayat yang ku baca tidak lebih hanya sekadar baca
Tak mengilhami diri..
            Bahkan, reaksi ku tiada bernilai di mata-Nya
            Ya, ku melakukannya, tapi lagi tiada bernilai

Ku tuliskan caraku di waktu senja ini
Disisi matahari..
Ku melihat banyak awan-awan yang asyik
Awan-awan bertasbih, tiada jarang disambut dengan burung yang menari
Lagi, pohon-pohon yang tegar beribadah pada-Nya

            Ramadhan ini..
Begitu berkesan dari tahun sebelumnya
            Rasa khidmat juang suatu massa demi keadilan
            Terbentuknya silaturrahim yang baru, dan kurasa akan panjang umur
            Asalkan, masing diantara kita saling menanggalkan egoistika

Saling menasehati, itu biasa, kawan..
Terlebih, itu membangun dan mengingatkan akan amanahmu
Biarlah, di arena saja kita saling bertarung
Tapi, sungguh kita bersahabat diluar arena itu
Saling senyum sapa, mengingatkan, dan bergerak atas kebenaran

Ramadhan kini menjadi saksi perjuangan kita, kawan
Pun,  Allah menjamin..
Bahwa ujian dari-Nya mampu kita jalani
            Bermintalah agar dikuatkan dari pada-Nya
            Hakikinya, kita dicipta untuk mengabdi dan memimpin bumi ini
            Saleh secara ritual, seyogianya juga saleh secara sosial

Selamat tinggal..
(wahai) Ramadhan, sungguh kali ini kesan bagi kami..
Semangat juang, selalu, kawan
Saat Ramadhan saja, kita bisa begerak massif
Tiada alasan untuk tidak saling menyatu, demi keluarga besar yang satu

            Sekali lagi, saleh ritual juga harus saleh sosial
            Romantisme kemarin menjadi gebu untukku, mu dan kita


(Ditulis pada tanggal 23 Juni 2017)

Minggu, 17 September 2017

Seluruh Tim Aksi se-UNJ, Bergeraklah !

Seluruh Tim Aksi se-UNJ, Bergeraklah ![1]
Oleh : Fajar Subhi[2]



            Green Force UNJ, Pasukan Biru FT, Red Soldier FIS, Pandawa FE, Basis FBS, TAnK Mipa, FGT, dan Spartan FIO merupakan barisan pergerakan yang secara sistem dan struktur merupakan underbow dari Departemen Sosial-Politik masing-masing BEM. Green Force sebagai induk atau tim aksi universitas dan disertakan oleh tim aksi fakultas sebagai partner dalam bergerak. Secara kinerja, satu sama lain saling berkoordinasi dalam bergerak.

            Sebagai tim aksi, seyogianya kita lebih menguasai isu yang kini beredar hangat disekitar kita dan wawasan mengenai pergerakan itu sendiri. Caranya, dengan rutin membaca dan berdiskusi. Kawan-kawan pun punya idola tersendiri mengenai buku yang membahas pergerakan (mahasiswa). Tiada salahnya untuk membaca buku berbau kiri hingga kanan. Tinggal bagaimana kita sebagai mahasiswa bersikap bijak dalam memandang suatu isu dan bisa berbaur dengan kelompok-kelompok diskusi agar memperkaya wawasan kita mengenai isu dan pergerakan.

Izinkan penulis untuk memfokuskan isu dalam hal perkuliahan yakni permasalahan isu kampus. UNJ yang saat ini viral di berbagai media mainstream karena dilanda banyak kasus. Sebut saja dugaan (kuat) plagiarisme, KKN, dan lain sebagainya. Disertakan dengan sikap Rektor yang begitu represif terhadap siapapun yang mengkritisinya.

Pertama, kasus Nepotisme yang dilakukan oleh Djaali. Apa itu Nepotisme? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nepotisme merupakan kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat dilingkungan pemerintah. Berikut data disajikan :
“Nurjannah yang merupakan anak kandung Djaali selaku Rektor UNJ. Nurjannah menjabat sebagai Kepala studi wanita dan perlindungan anak dengan SK No. 1197/SP/2016 ditandatangani Rektor UNJ Djaali pada 20 Oktober 2016. Kedua, Baso Maruddani yang merupakan anak kandung Djaali menjabat sebagai Staf Pengelola Keuangan UNJ SK No.20/SP/2017 ditandatangani Rektor UNJ Djaali pada 12 Januari 2017. Ketiga, Bazzar Ari Mighra yang merupakan menantu Djaali dan menjabat sebagai Dosen di fakultas ilmu olahraga, menjadi PNS pada 1 Januari 2017 berdasar SK No100258/A21/KP/2016.”[3]     
      
            Kedua, kasus plagiarisme yang terjadi pada pascasarjana. Apa itu Plagiarisme? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plagiarisme ialah penijplakan yang melanggar hak cipta. Tim Evaluasi Kinerja Akademik (Tim EKA) Kemenristekdikti menemukan 5 disertasi terindikasi plagiat para pejabat Provinsi Sulawesi Tenggara. Berikut nama-nama pejabat Sulawesi Tenggara yang terindikasi plagiat (dimuat pada Tirto.id) :
1.      Nur Alam (Gubernur dan tersangka korupsi KPK)
2.      Nur Endang Abbas (Kepala Badan Kepegawaian Daerah)
3.      Sarifuddin Safaa (Asisten 1 Sekretaris Daerah)
4.      Muhammad Nasir Andi Baso (Kepala BPPD)
5.      Hado Hasina (Kepala Dinas Perhubungan)

Kampus yang seyogianya menjadi ruang akademik yang suci dan bebas dari KKN, kini tengah terjadi praktek Nepotisme dan Plagiarisme. Selama ini, mahasiswa kurang menunjukkan taringya dalam menanggapi isu kampus (terakhir pada saat aksi penghapusan kebijakan uang pangkal tahun 2016). Kita memang harus selalu mengkawal isu eksternal, tetapi tanpa lupa bahwa permasalahan di kampus kita sangat urgent. Sehingga beredar stigma yang mengatakan “Tajam di luar, tumpul di dalam”.

Kita tidak bisa menolak itu karena hal tersebut merupakan penilaian masyarakat terhadap kita. Biarlah kita terima kritik dan mari introspeksi diri. Lihat saja diberbagai media, selalu muncul nama “Aliansi Dosen UNJ”. Seakan mahasiswa begitu bungkam dalam menanggapi ini. Tetapi ada satu tulisan yang muncul di media mainstream dan merupakan bentuk perlawanan dari mahasiswa terhadap pernyataan miring Djaali (oleh Aulia, Fajar dan Roushan).[4]

Kemana kita wahai mahasiswa? Ketika UNJ sedang bobrok seperti ini kita lupa akan peran kita sebagai mahasiswa (red: social control). Ketika BEM serentak menggunakan motto yang dicantumkan pada banner untuk menyambut mahasiswa baru “Selamat Datang di Kampus Pergerakan Intelektual”. Patut dipertanyakan, dimana letak pergerakannya? Sudahkah menjadi intelek? Biarkan masyarakat di sekitar kita yang menilai. Tiada yang salah dengan motto tersebut. Hanya saja, mari buktikan kalau UNJ benar-benar Kampus Pergerakan Intelektual!

Mari rapatkan barisan, sumbangsihkan seluruh apa yang kita miliki agar UNJ terbebas dari permasalahan KKN, Tata Kelola yang bobrok dan sebagainya. Anda bisa menulis? Menulislah. Anda punya massa? Kerahkanlah. Anda punya iman? Bergeraklah! Sungguh iman kita dipertanyakan kalau diri ini masih diam dengan adanya kezaliman yang terjadi di UNJ. Karena pun kita (tertuju bagi yang beragama Islam) disebut oleh Allah “ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”.[5]



[1] Tulisan ini digunakan untuk memantik kongkow punggawa tim aksi se-UNJ dan bergerak dalam memperbaiki UNJ
[2] Penulis merupakan punggawa tim aksi Red Soldier dan Green Force UNJ
[3] Baca : Jawa Pos terbitan 6 September 2017 pada halaman 2
[4] Baca : Jawa Pos terbitan 6 September 2017 pada halaman pendidikan
[5] Q.S. Ali Imran : 110

Selasa, 22 Agustus 2017

Selamat Datang Mahasiswa UNJ 2017 : Mulailah Bergerak!

Selamat Datang Mahasiswa UNJ 2017 : Mulailah Bergerak!
Oleh : Fajar Subhi

Saya ucapkan selamat atas keberhasilanmu menjadi bagian dari Universitas Negeri Jakarta. Berbagai jalur yang kamu lalui akhirnya bermuara pada kampus yang sederhana ini. Ada yang memang menjadi keinginan pribadi, orangtua, bahkan tidak sengaja untuk masuk program studi di Universitas Negeri Jakarta. Tetapi, bersyukurlah karena tidak semua saudara-saudari kita diluar sana yang dapat mengenyam pendidikan tinggi.

Universitas Negeri Jakarta (dahulu namanya IKIP Jakarta), sebuah kampus di Jakarta tentunya yang ada untuk menghasilkan tenaga pendidik, juga tenaga profesional. Karena pun sejarah Universitas ini berdiri, untuk mengatasi krisis tenaga pendidik pasca kemerdekaan Republik Indonesia.

“Melalui Keputusan Presiden RI No. 1 tahun 1963 tanggal 3 Januari 1963, ditetapkan integrasi sistem kelembagaan pendidikan guru. Salah satu butir pernyataan Keppres tersebut adalah bahwa surat keputusan ini berlaku sejak 16 Mei 1964, yang kemudian dinyatakan sebagai hari lahirnya IKIP Jakarta. FKIP dan IPG diubah menjadi IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). FKIP Universitas Indonesia dan IPG Jakarta diintegrasikan menjadi IKIP Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya IKIP diberi perluasan mandat untuk mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan dalam wadah universitas. IKIP Jakarta sejak tanggal 4 Agustus 1999 berubah menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) berdasarkan Keppres 093/1999 tanggal 4 Agustus 1999, dan peresmiannya dilaksanakan oleh Presiden Republik        Indonesia pada tanggal 31 Agustus 1999 di Istana Negara.”[1]

            Izinkan saya menulis dengan versi pribadi (sebagai mahasiswa UNJ). Kalau Mas Eko Prasetyo telah menulis secara general untuk menyambut mahasiswa baru berjudul “Selamat Datang Mahasiswa Baru” yang termuat dalam website www.indoprogress.com . Saya cukup menspesifikasikannya dalam konteks UNJ.

Sekali lagi, selamat datang dik, Mahasiswa UNJ 2017. Kamu mau menjadi apa masuk UNJ? Mau menjadi guru yang sekadar mengajar saja kah? Mau menjadi profesional yang akan terlena dengan besarnya gaji? Mau menjadi mahasiswa yang lulus 3,5 tahun saja tanpa berorganisasi? Semangat muda kita jangan sampai terdegradasi oleh zaman. Ini juga merupakan otokritik bagi saya yang masih mengenyam pendidikan tinggi dan sebagai mahasiswa yang akan memasuki semester 5. Mau menjadi apa saya? Apa yang telah saya lakukan untuk UNJ? Ini refleksi untuk kita yang menjadi kakak bagi mahasiswa baru.

Jangan terlalu dini untuk merayakan sesuatu, karena UNJ dalam keadaan yang carut marut. Mulailah bergerak untuk kampus kita tercinta. Kala saya menjadi mahasiswa baru, hati saya tergugah atas makna mahasiswa. Ketika banyak orang yang bilang bahwa mahasiswa tugasnya hanya kuliah saja, mahasiswa tidak boleh melakukan aksi dan mengatakan kebenaran didepan pemerintah, maka dengan lantang kita katakan, mereka salah!

Ketika ada orang-orang di gedung akademik mengatakan mahasiswa tidak boleh melakukan aksi turun ke jalan dan menyampaikan aspirasi masyarakat ke depan rektorat hingga istana negara, maka dengan lembut kita katakan, mereka salah. Ya, sebagai mahasiswa tidak hanya berkuliah di kelas lalu pulang kerumah dan tidur, begitupun seterusnya. Karena titel mahasiswa tidak sekadar itu. Mahasiswa ialah berfungsi sebagai Iron Stock, Agent of Change, Social Control dan Moral Force. Maka, untukmu mahasiswa UNJ 2017, bersiaplah memulai bergerak untuk UNJ agar lebih baik.

Pada awal tahun 2016, UNJ digegerkan dengan dikeluarkannya SK DO yang tertuju pada Ronny Setiawan (Ketua BEM UNJ 2015-2016) yang dinilai kritis terhadap rektor. Walaupun pada akhirnya SK tersebut dicabut, kita dapat mengatakan bahwa pimpinan kampus kita takut terhadap kritik (anti-kritik). Tidak hanya Ronny, beberapa mahasiswa pun mendapat surat panggilan dari pihak kepolisian.

Beberapa bulan kemudian, ada kebijakan yang dibuat oleh Rektorat UNJ untuk menaikkan UKT dan menerapkan uang pangkal sebesar 15 juta untuk mahasiswa baru 2016. Tetapi kita tidak diam begitu saja, maka pada tanggal 30 Mei 2016 ribuan mahasiswa menggeruduk gedung rektor. Aliansi mahasiswa UNJ berhasil menghapuskan kebijakan uang pangkal dan menurunkan UKT[2]. Andai saat itu mahasiswa (kakak tingkatmu) diam, mahasiswa UNJ 2016, 2017 dan seterusnya akan terkena dampak tersebut. Nilai nominal UKT akan (lebih) mahal dan dikenakan uang pangkal sebesar 15 juta. Inilah fungsi konkrit bergeraknya mahasiswa.

Seiring waktu berjalan, tentu seluruh elemen berharap UNJ agar menjadi lebih baik. Baik itu secara sikap pemimpinnya juga secara kualitas UNJ itu sendiri. Tetapi lagi-lagi seorang pimpinan kampus kita, melaporkan dosen yang kritis terhadapnya.[3]

Selain kasus dosen dipolisikan, banyak sekali kasus yang harus diselesaikan. Sebut saja sarana dan prasarana yang ada di kampus kita. Sudahkah layak? Kawan-kawan bisa menilainya sendiri. Bagaimana dengan transparansi dan tingginya UKT? Apa kabar literasi UNJ? Dan masih banyak lagi. Maka pada 15 Juni 2017, hampir seribu mahasiswa,dosen dan karyawan yang tergabung dalam Forum Militan dan Independen (FMI) UNJ melakukan aksi bertajuk Parade Cinta Rakyat (PACAR) UNJ. [4]

Mahasiswa, mulailah bergerak (lagi). Masa depan kampus ada ditangan kita juga. Sudah menjadi tanggung jawab rektor, dosen dan mahasiswa serta seluruh masyarakat UNJ untuk menggapai suatu kampus yang bermotto Building Future Leader.

Mengikuti organisasi, menjadi mahasiswa ‘syuro’ dan sebagainya merupakan pilihan. Hal yang terpenting, di dalam diri ini bukanlah milik pribadi, tetapi milik Tuhan dan ciptaan-Nya (rakyat dan semua). Saran saya, janganlah sekadar kuliah dan belajar di kelas saja. Cari lingkaran-lingkaran diskusi di masjid hingga di bawah pohon, ikut dalam organisasi (meningkatkan softskill dan daya kritis) dan lakukanlah perubahan diri agar lebih baik, kemudian ubahlah kampus kita. Jangan takut untuk melawan kedzaliman. Mahasiswa, ialah untuk bangsa dan negaranya. Mahasiswa adalah perubahan itu sendiri. Hidup Mahasiswa!

Rabu, 31 Mei 2017

Urgensi Solidaritas dalam Gerakan (Mahasiswa)

Urgensi Solidaritas dalam Gerakan (Mahasiswa)

          Mengapa dapat dikatakan pentingnya kebersatuan (solidaritas) dalam gerakan? Penulis yakin bahwa dalam pergerakan dibutuhkan solidasi dalam melakukan aksinya. Dalam bergerak, dibutuhkan adanya ”massa”. Karena hal ini yang akan membuat militansinya suatu pergerakan (mahasiswa).
          Dalam masa-masa akhir (awal abad ke-20) kolonialisme, terbentuklah beberapa organisasi yang merupakan kumpulan yang membentuk massa. Tahun 1905 (dibulan Oktober) berdirilah Sarekat Dagang Islam. Dengan ketuanya yaitu Samanhoedi. Disusul dengan berdirinya BO pada 1908. Kemudian National Indische Partij pada 1912. Namun masil belum bisa mencium aroma kebangsaan Indonesia. BO dan NIP ialah sebuah kumpulan (partai) yang tidak memiliki cita-cita menyingkirkan imperialisme dan cita-cita nasional.
          Keadaan selanjutnya, dalam perjuangannya yang luar biasa beratnya selama beberapa tahun lalu, berhasillah PKI dan SR menghimpun kaum buruh dan revolusioner dari SI (SDI), BO dan NIP untuk bernaung dibawah panji-panjinya. Dalam beberapa aksi daerah untuk tujuan yang kecil-kecil, PKI dan SR sudah menunjukkan kekuatan dan kecakapannya. Tetapi belum kuasa, dimanakah rakyat berjuta-juta di Jawa, Sumatra, Sulawesi? Karena memang belum adanya keterikatan pergerakan yang ber-komando satu.
          Untuk kepentingan pergerakan, sangat banyak yang harus dirahasiakan. Karena suatu hari akan kita ceritakan kepada rekan-rekan seperjuangan dan kepada mereka yang menyetujui kita, bukan putch melainkan solidaritas perjuangan (pergerakan massa).
          Pun, dalam melakukan sebuah pergerakan, semangat saja tidak cukup. Banyak yang memakai istilah kemajuan hidup suatu bangsa dengan istilah semangat. Namun juga, dibutuhkan adanya suatu proses saling merekatkan dalam suatu wadah gerakan.
          Saat ini, kita tengah mengisi kemerdekaan. Menikmati hasil perjuangan para pendahulu kemerdekaan kita yang begitu susah payah memerdekakan negeri ini. Lambat laun, dalam suatu kepemimpinan suatu orde (masa) memiliki egositik. Sebagai contoh orde baru. Sulitnya berkumpul dan menyampaikan pendapat. Membuat kita (mahasiswa) meluapkan kekesalan atas pembungkaman orde baru. Hingga akhirnya, saling memiliki keterikatan dalam suatu pergerakan yang diharapkan. Dengan mula-mula berkumpul dalam suatu forum, tidak sedikit yang menjadi korban atas momentum ini. Singkatnya, terjadilah suatu masa yaitu Reformasi. Terjadi, karena memiliki soliditas yang mumpuni dalam menggerakan sebuah perubahan oleh massa (yang solid).
          Namun, kita kecolongan dalam reformasi ini. Lihat saja apa yang tengah terjadi saat ini. Bentuk reformasi yang kita idam-idamkan diambil alih oleh oknum demokrasi liberal. Yaitu secara seenaknya, semena-menanya, dan sebebas-bebasnya membuat kebijakan yang sporadis. Kebijakan yang dibuat tanpa memperhatikan keadaan masyarakatnya. Hanya menguntungkan beberapa oknum pembuat kebijakan tersebut.
          Berkali-kali mahasiswa melakukan pergerakan. Mencoba mendobrak pemerintahan saat ini yang meRAJAlela. Ya, bagaikan sang Raja dalam suatu demokrasi ini. Namun, bagaimana impact terhadap hasil gerakan mahasiswa? Belantaranya suatu negeri ini.. bagaikan bos yang menyuruh karyawan dan kawan-kawanannya, dan mereka saja yang mendapat nilainya. Bagaimana keadaan rakyat? Dibuat bodoh, bangga atas kebijakan pemerintah yang sporadis, licik sekali pemerintah (keji) ini.
          Akankah kita dalam pergerakan mahasiswa masa Reformasi akan kebal terhadap stigma orang-orang yang terlalu kritis, menyenggol mahasiswa (BEM) betapa ‘lucunya’ melakukan Reformasi (lagi). Mahasiswa berlogika sederhana, ketika ada kelaliman dalam kepemerintahan terhadap rakyatnya, maka LAWAN.
          Solidasi lagi wahai Mahasiswa dalam gerakan ini. Namun, jangan sampai kecolongan lagi saat jilid 2 (nanti, hingga takdir Tuhan yang menentukan). Tetap pada koridor gerakan yang berlandaskan iman. Karena dengan itu, solidasi akan terasa satu sama lain. Maka kita akan menjadi gerakan massa. Bahkan tidak sekadar aktif dan reformatif, tetapi solutif dalam membela rakyat Indonesia. Kau mahasiswa? Saling membangun dan solidasi untuk Indonesia.

-Fajar Subhi-

References


Malaka, Tan. Aksi Massa. Edited by Yogaswara. Jakarta: Narasi, 2016.
Multitama. Keep Fight. Jakarta: Qisthi Press, 2010.
Zain, Umar Nur. Belantara Ibu Kota. Jakarta: Sinar Harapan, 2000.