Rabu, 27 Mei 2020

Cinta Sang Pujangga kepada Tanah Airnya

Tandon Ciater. Sumber : Dokumentasi Pribadi



Suatu hari, di negeri yang indah nan permai. Hiduplah suatu generasi yang guyub, tiada keegoisan yang menyulut kebersamaan mereka. Saling bahu membahu dalam rangka membangun negeri yang hijau karena hehutanan dan biru karena samuderanya. Sumber daya alamnya begitu melimpah, bertumpah ruah. Hingga di halaman depan dan belakang dapat ditumbuhi dengan mudah tanaman-tanaman untuk dimasak kesehariannya.

Tatkala pagi hari, udara segar terhirup oleh para penduduk desa. Embun-embun menempel pada dedaunan yang terlihat basah. Menari seiring angin mengempas dengan asiknya. Suara binatang di balik semak belukar saling bersahutan menjadi instrumen pagi yang melodis. Terdapat anak-anak yang sedang riang gembira di pinggiran sawah.

Adi dan teman-temannya sedang meniup seruling dan mengdendangkan membalas suara alam. Ia adalah anak sekolah dasar yang memiliki semangat untuk menjadikan desanya makmur dan sejahtera. Ayahnya, seorang petani yang sedang menggemburkan ladang dengan kerbau yang gagah. Menanam bibit padi yang menjadi cikal bakal sumber makanan yang disantap para penduduk di negeri—desa maupun kota—tersebut.

Sore di kota, kendaraan yang melewati jalan raya memunculkan romansa. Tidak saling mendahului, apalagi melebihi batas jalur pelikan dan menjamah trotoar. Senja menjadi penutup kesibukan dan pelipur lara para penduduk kota. Menuju rumah dan suasana yang menghangat walau hanya istana sepetak dua petak.

Makan malam dipandu oleh si Kepala keluarga sebagai teladan kepada putra-putrinya. Sang Ibu mendidik mereka dengan kasih sayang dan menjadikan sosok yang peduli terhadap negerinya. Daya, putranya yang merupakan anak sekolah dasar yang senang bermain dengan siapapun, tanpa mengenal orang kaya dan miskin.

Waktu demi waktu  terus bergulir. Zaman kian berubah beberapa windu kedepan. Membuat sanak saudara menjadi sibuk atas kepentingan perutnya. Terlebih, pemerintah yang semakin bersifat regulator tanpa berinteraksi hangat dengan penduduknya. Justru lebih menyambut kedatangan mereka yang berasal dari luar negerinya dalam rangka ‘membangun’, katanya. Desa-desa menjadi sasaran untuk membangun pabrik hingga penanaman modal asing, faktanya. Kota-kota menjadi pusat transaksi hitam di atas putih. Pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar dan menjadikannya komersil. Bagai barang yang dijual, kalau ingin mendapatkannya harus membeli dengan harga yang mahal.

---

Adi semakin bertumbuh besar. Memasuki dunia pendidikan tinggi, ia bersyukur dapat mengenyam perkuliahan yang tidak semua temannya mendapatkan kesempatan itu. Ia bertemu dengan mahasiswa lainnya yang berasal dari berbagai daerah. Segala kegiatan di -kampus, terkhusus organisasi dan kegiatan sosial ia emban dengan ceria. Dinamika yang ia rasakan dalam hatinya, membuat dirinya membara untuk berkarya dan memberikan yang terbaik untuk desa dan bangsa.

Daya, sudah menjadi keharusan baginya untuk mengenyam pendidikan tinggi. Ia penuh percaya diri untuk aktif dalam berbagai kegiatan di kampus barunya. Ia bertemu dengan mahasiswa lainnya yang turut aktif dalam kegiatan organisasi. Bermunculan ihwal yang memantik dirinya untuk berbuat kemanfaatan untuk kota dan bangsa.

Suatu ketika dalam suasana sore yang hangat, di lapangan rerumputan yang diiringi nyiur pohon-pohon nan terempas oleh angin, ada sekerumunan mahasiswa yang membuat lingkaran. Mereka sedang mendiskusikan sesuatu dengan asik. Terdengar suara yang menggema dari lingkaran tersebut yang masuk ke dalam gendang telinga Adi. Dari sebelah utara ia melihatnya dan mendekat.

“Sungguh miris negeri ini, biaya pendidikan begitu mahal. Banyak rumah penduduk yang digusur dengan dalih pembangunan oleh pemerintah. Ketika kita menyuarakan, malah dibubarkan bahkan ditangkap sebegitu kasarnya. Kita harus melakukan perubahan!” lantang suara dari lingkaran diskusi.
Daya, sedang berjalan santai sambil menikmati semilir angin sore di kampusnya. Dari arah selatan, ia melihat suatu lingkaran mahasiswa yang membuatnya ingin menuju ke sana. Ia mendengar lontaran suara yang lantang.

“Apakah kita hanya berdiam diri saja? Kalau bapak bangsa kita bilang, jangan tanyakan kepada negeri apa yang telah kita dapatkan, tetapi tanyakanlah kepada diri kita hal apa yang telah kita berikan kepada negeri? Maka dari itu, kita harus bergerak bersama!”

------

Berbagai ancaman menghampiri Adi dan Daya. Keadaan pemerintah semakin otoriter. Beberapa kali mereka merasakan interogasi aparat atas aspirasi yang mereka sampaikan—yang merupakan keresahan seluruh elemen di negeri. Negara semakin tak berimbang. Memihak bukan kepada penduduk asli, melainkan petinggi dunia yang menjamah negeri. Kebijakan semakin tidak prinsipal.

Adi dan Daya, bertemu di suatu forum yang merekatkan semangat perubahan untuk negerinya. Mengajak seluruh elemen yang berbeda untuk menyatukan keresahan bahwa negeri ini butuh seonggok pemuda. Dengan berbagai ikhtiar nurani dan moral, muncul berbagai gerakan akar rumput hingga pendidikan untuk membersamai penduduk untuk melakukan perubahan.

Bukannya menyerah, momentum riskan yang ia dapatkan justru membuat bara api di dalam jiwa semakin berkobar. Dengan kecintaan kepada negerinya, semakin bebatuan membentur diri, mengasah dan menjadi permata harapan untuk bangsa. Jiwa muda semakin menggelora.
Adi dan Daya, menjadi seonggok pemuda yang terus melakukan gerakan sebagai wujud kecintaan terhadap negerinya—serta desa yang merupakan tempat bertumbuh dan kota sebagai transaksi kebajikan.


Negeri kita kaya raya
Semesta tau dengan dan tanpa sengaja
Tinggal bagaimana si pemuda
Ingin mengolah atau nelangsa

Pujangga Bangsa


(tulisan ini dimuat juga pada laman Swara BEM UNJ 2019)

1 komentar:

  1. Best merit casino【WG】WG88 and Win7 - XN
    The best merit casino【WG】wg88 and win7 · Win7.0 win7.0 win7.0 หารายได้เสริม win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 deccasino win7.0 메리트 카지노 고객센터 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0 win7.0

    BalasHapus