Raja Tanpa Mahkota dan Sarekat
Islam
Oleh : Fajar Subhi
Oemar
Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo pada 16 Agustus 1882. Ayahnya, R. M.
Tjokroamiseno adalah wedana di Kleco, Madiun dan kakeknya, R. M Tjokronegoro, pernah
menjabat sebagai Bupati Ponorogo, salah seorang ulama paling berpengaruh di
Jawa pada abad ke-19. Setelah lulus dari OSVIA (Opleiding School voor Indlandsche Ambtenaren) Magelang pada 1902,
anak kedua dari dua belas bersaudara ini bekerja sebagai juru tulis di
Kepatihan Ngawi hingga 1905. Pada masa ini ia juga menikahi Soeharsikin, yang
dikaruniai lima orang anak. Anak pertama Netty Oetari yang pernah menikah
dengan Bung Karno. Anak kedua bernama Oetaryo Anwar Tjokroaminoto, dengan
aktifitas dan tugas sebagai wartawan, Penasehat Panglima Besar Sudirman,
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, Anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara, Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Anak ketiga Harsono
Tjokroaminoto dengan julukan masa kecil “Mustafa Kamil”, beberapa kali sebagai
menteri pada Pemerintahan Republik Indonesia di tahun 1940-1970-an, anak
keempat bernama Islamiah, dan anak terakhir bernama Suyud Achmad juga seorang
wartawan.
Gang
Peneleh, ialah lokasi Rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto selama tinggal
di Surabaya. Beliau sebagai ketua salah satu organisasi pergerakan terbesar di
Hindia Belanda, Sarekat Islam. Selain dibuat usaha kos-kosan oleh istrinya,
rumah itu sering dipakai oleh Tjokroaminoto untuk mengajar dan berdiskusi
dengan para aktivis muda. Beberapa diantara mereka yang pernah tinggal dan
menjadi murid Tjokroaminoto di rumah tersebut adalah Soekarno, Semaoen, Alimin,
Musso dengan Partai Komunis Indonesia, sedangkan Kartosoewirjo dengan pemikiran
Islam yang radikal. Dari rumah tersebutlah kemudian Tjokroaminoto dikenal
sebagai guru para pendiri Bangsa Indonesia. “Raja Tanpa Mahkota”, begitulah
dipanggil oleh orang Belanda. Beliau adalah BAANBREKER INDONESIA. Peretas
jalan, peletak fondasi awal bangunan republik.
[Lahirnya Sarekat Dagang Islam]
Di Surakarta, R.M. Tirtoadhisoerjo (yang
selanjutnya akan menjadi pemimpin Redaktur Sarotomo) berhasil meyakinkan H.
Samanhoedi, seorang pengusaha batik yang besar dari kampung Laweyan, perlunya
mendirikan perkumpulan dagang seperti di Batavia dan Bogor itu. Pada akhir
tahun 1911, H. Samanhoedi berhasil menghimpun pengusaha-pengusaha batik di
Surakarta untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan nama Sarekat Dagang Islam.
Serikat
ini seperti bentuk dari koperasi dagang pengusaha-pengusaha batik yang
bertujuan merobohkan monopoli pedagang-pedagang Cina yang menyediakan
bahan-bahan baku bagi perusahaan batik. Dalam waktu yang singkat, pergerakan Sarekat
Dagang Islam Surakarta ini meluas dan berkembang. Anggota SDI tidak hanya terbatas
pada pengusaha batik, tetapi juga pedagang Indonesia dan rakyat pada umumnya.
Kemudian serikat-serikat ini menyusul
dan muncul di beberapa tempat di luar Surakarta, diantaranya di Surabaya yang
dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Karena berkembangnya pergerakan Sarekat Dagang
Islam, baik kuantitas dan kualitas dari para anggotanya, kata ‘dagang’ dihapus
dan selanjutnya bernama Sarekat Islam (disahkan dengan akte notaris di
Surakarta pada tanggal 10 September 1912).
Berdasarkan anggaran dasar SI, tidak
terbatas pada perdagangan saja, tetapi juga mengembangkan kehidupan ekonomi,
sosial, hingga agama Islam bangsa Indonesia. Seiring berkembangnya pergerakan
SI, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kalangan orang-orang Cina. Terjadi
konflik di beberapa kota terutama yang ada cabang SI. Konflik tersebut menjadi
bentrokan di Surakarta, Surabaya, Semarang dan Kudus.
Upaya pergerakan SI yang dimotori oleh
HOS Tjokroaminoto dan H. Samanhoedi bukanlah suatu hal yang mudah. Tjokro
ditangkap dan dipenjara atas tuduhan-tuduhan yang menimpanya. Terjadi pembekuan
dan pelarangan oleh pemerintah Belanda, adapun sinyal disahkannya SI tetapi
hanya bersifat lokal. Sarekat Islam mendulang banyak anggota dan Tjokro menarik
massa secara besar-besaran yang tak lepas dari strategi yang dilakukannya.
Beliau melakukan interaksi terhadap Indische Partij (Douwes Dekker, Soewardi,
dan Tjipto Mangoenkoesoemo). Tjokro belajar tekni rally dalam ekspetasi massa
dan tidak sekadar menulis di surat kabar dan vergadering, tetapi juga berunding
dengan penguasa.
Pada tahun 1923, diadakan rapat terbuka
di Batavia. Kemudian juga diselenggarakan kongres di Madiun pada tanggal 17-23
Februari 1923. Kepiawaian Tjokro dalam berpolitik ditunjukan, ia—beserta Agus
Salim—mendekat ke PKI dengan tidak bermaksud mengikuti pahamnya. Tjokro kembali
terpilih sebagai ketua CSI.
Beberapa bulan kemudian, PKI semakin
kuat dan CSI kian lemah. Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan pada tahun
1924 dengan maksud menghimpun kaum perjuangan membela buruh dan rakyat jelata.
Menurutnya, buruh dan rakyat jelata adalah korban dari sosok kapitalisme
penjajahan Belanda. Sebelumnya, Indischee Sociaal-Democratische Veereninging
(ISDV) didirikan oleh tokoh Belanda kiri, Sneevliet pada tahun 1914 dan
menyebarkan pahamnya untuk melawan kolonialisme. Semaoen, salah satu murid
Tjokro belajar dari Sneevliet yang bertemu di Surabaya pada 1915. Nama ISDV
berubah menjadi Perserikatan Komunis Hindia yang kemudian diubah lagi menjadi
PKI pada tahun 1924. Memperluas pemahaman ke pedesaan, baik di pulau Jawa
maupun luar pulau Jawa, yang diharapkan menjadi persiapan untuk revolusi.
Pada bulan November 1924, Tjokroaminoto
menulis Islam dan Sosialisme. Kemudian beliau bersama KHM Mansyur diutus
mewakili Mu’tamar Al-Alamul Islami far’ul Hindish Sharkiyyah (MAIHS), kongres
Islam Sedunia cabang Hindia Timur yang diprakarsai oleh Raja Abdul Aziz Ibnu
Sa’ud di Mekah pada 1 Juni 1926. Sepulang dari Mekah, beliau dipanggil Hadji
Oemar Said Tjokroaminoto. Pada 28 Oktober 1928, sumpah Pemuda dibacakan.
Tahun 1930, nama partai Sarekat Islam
Hindia Timur berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan akhir
tahun 1930 keluar dari PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia).
HOS Tjokroaminoto wafat pada 17 Desember
1934. Sepeninggal beliau PSII tetap hidup dan dilanjutkan oleh Agus Salim dan
Kartosoewirjo. Inilah masa semua orang merasa kehilangan sosok guru, induk
semang yang membuka pikiran rakyat pribumi untuk berani menegakkan kebenaran
berlandaskan Agama Islam. Beliau mengembuskan napas terakhirnya pada 10 Ramadan
1353 pada usia 52 tahun. Almarhum dimakamkan di TPU Kampung Pakuneen,
Wirubrajan, Yogyakarta. Dalam tulisan yang dimuat di Sendjata Pemoeda (surat
kabar PSII) , Tjokro menegaskan : keutamaan, kebesaran, kemuliaan dan
keberanian bisa tercapai lewat ilmu tauhid. Salah satu trilogi Tjokroaminoto
yang termasyhur adalah setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid,
sepintar-pintar siasat. HOS Tjokroaminoto menjadi inspirasi besar hingga
tumbuhlah sosok kaum perintis kemerdekaan.
#BelajarDariSejarah #Indonesia #HOSTjokroaminoto
#Surabaya
Referensi Tulisan: -
Rumah HOS Tjokroaminoto, Surabaya.
-
Shiraishi, T.
(1997). Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. (H. Farid,
Penerj.) Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
-
idsejarah.net
-
ANRI Serikat
Islam Lokal
|
HOS Tjokroaminoto. Sumber : Dokumentasi Pribadi 2018 |
|
Rumah HOS Tjokroaminoto. Sumber : Dokumentasi Pribadi 2018 |