Senin, 22 Maret 2021

Tanah, Air? Keruh!

Dokumentasi Pribadi, 2019



September 

FS


Maka, hati siapa yang tidak bergejolak?

Tatkala tanah airnya keruh, langitnya buram, rakyatnya muram

Musabab kasih yang suka ria menggelap dan memorak-porandakan

Maka bergerak adalah cahaya


Terdengar suara tapak perjuangan

Kerap menangisi kekasih yang buruk hati

Ah, itu bukan kekasih, seonggok racun!

Membuat tangisan dan penuh penderitaan yang menjalar


Berduyun-duyun jiwa muda yang menetes keringat di atas jalan semangat

Berangkat dengan niat dan tekad yang bulat

Kesal dengan onggok negara yang laknat 

Bersamamu tak perlu takut karena dibersamai malaikat


Dengan almamater ataupun tidak, tidak peduli

Asalkan kita tetap bersama demi negeri

Dari pagi hingga senja menyapa

Dibawah cahaya gemintang, perjuangan tetap menggelora


(Lembayung Harap 2020)

Rabu, 27 Mei 2020

Pemuda Saleh, Pemuda yang Bergerak

Pelabuhan Ambon. Sumber : Dokumentasi Pribadi


Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.
(Q.S 18:13)

Pemuda dan Kesalehan
Pemuda merupakan seonggok elemen di dalam lingkungan sosial yang diharapkan  menjadi agen perubahan di suatu bangsa. Ia memiliki suatu karakter khas yakni tekad dan keaktifannya. Masa muda ialah masa untuk eksplorasi, bertualang, mencoba hal baru dan lain sebagainya. Kualitas suatu bangsa dapat dikatakan dinilai dari kualitas pemuda di dalamnya. Keadaan suatu bangsa, dipengaruhi dari ketangguhan para pemudanya. Seperti halnya bangsa Indonesia yang belum merdeka kala itu, para pemuda seperti Soekarno, Tan Malaka, Sutan Syahrir dan yang lainnya melakukan upaya dalam mewujudkan Indonesia yang merdeka. Hingga kapanpun, pemuda memiliki peran sentral dalam suatu peradaban bangsa.

Kesalehan pemuda, lebih tepatnya, adalah suatu pondasi yang harus dibangun di dalam diri para pemuda. Mengkaji permasalahan suatu bangsa dengan membangun budaya kritis dan literatif. Terutama, ialah pondasi iman di dalam diri pemuda. Bagaimana ia dapat melakukan suatu hal yang tanpa dilandasi iman?

Mengabdi dan menyembah kepada Allah adalah suatu keharusan dan tujuan hakiki, seperti yang termaktub di dalam suatu ayat “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka menyembah-Ku” (Q.S 51:56). Ayat ini menjadi landasan agar manusia, terkhusus pemuda, mengabdi kepada Allah. Dia menyediakan berbagai sarana untuk capaian para hamba mengabdi pada-Nya.

Kita mengabdi dan menyembah kepada Allah dalam salat, puasa, zakat, haji hingga pergaulan dalam masyarakat—gerak langkah hidup kita. Seperti halnya yang senantiasa kita ikrarkan, “Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi Rabbil ‘alamin. Salatku, ibadahku, hidup dan matiku, semata-mata adalah bagi Allah Tuhan semesta alam.” Allah menyediakan sarana ibadah dan taqarrub yang apabila dapat dilakukan secara baik, menjadikan pribadi yang berkualitas—saleh.

Mungkin hingga sampai saat ini, sering kali, para pemuda, terbatasi dengan adanya dikotomi antara ritus dan sosial. Gerak-laku pemuda didalamnya acapkali hanya sekadar hal yang nihil makna. Maksudnya ialah, bacaan-bacaan dan dzikir yang terucap pada bibir kita tidak begitu bermakna di dalam implementasi kehidupan. Seyogianya, dari segi ritualitas: salat dapat tanha ‘anil fakhsya i wal munkar (dapat membentengi orang yang melakukannya dari perbuatan keji dan munkar), ternyata tidak berdampak positif dalam kehidupan mushalli. Pun, sebaliknya, lain pemuda yang memiliki tingkat sosialitas baik, namun tidak menjalankan ibadah ritual.

Betapa pentingnya meningkatkan nilai ritualitas dan sosialitas. Kesalehan ada di dalam dua nilai tersebut. Pribadi pemuda yang melakukan ritus-ritus itu, tidak merepresentasikan suatu perbuatan hamba Allah jikalau tidak melahirkan nilai dari makna ritus sendiri. Agaknya bermula dari ungkapan dikotomis yang tidak menguntungkan kehidupan kaum Muslim, dengan ungkapan adanya kesalehan ritual di satu pihak dan kesalehan sosial di pihak lainnya. Seharusnya, memang, saleh dalam Islam hanya satu—muttaqi.

Pemuda, Bergeraklah!     
Problematika suatu bangsa, semakin terlihat rumit rupanya. Penguasaan media oleh para pemangku jabatan tampak jelas adanya. Hal ini membuat masyarakat terhegemoni dengan mudah atas nilai-nilai semu yang dibangun oleh penguasa. Masyarakat dituntut agar kritis dalam memandang suatu problematika. Pemuda, sebagai aktor dalam bergerak. Demi terwujudnya peradaban yang madani.

Dalam mewujudkan suatu cita-cita yang mulia, yakni peradaban madani, perlu suatu pondasi iman dan menanamkan nilai kebersamaan—tujuan dan moralitas. Seperti hal yang disampaikan oleh Sayyid Quthb bahwa seluruh upaya wajib dicurahkan untuk menciptakan pondasi kokoh, yang tersusun dari orang-orang beriman yang tulus, yang telah diuji oleh ujian dan dia bertahan dalam menghadapinya, serta semua usaha harus dikerahkan untuk mendidik mereka dengan pendidikan keimanan yang mendalam sehingga ia semakin kokoh, kuat, dan mendalam pemahamannya. Pemuda memiliki andil yang sangat besar dalam hal ini. Ia yang memiliki fisik dan tekad kuat adalah kunci dalam mewujudkan peradaban madani.

Dimensi pendidikan—dalam hal ini adalah akhlak dan rasionalitas—adalah ruang yang perlu ditanamkan nilai kesalehan secara utuh, pun sebagai pondasi awal yang dimensinya dikuatkan.  Terlebih, yang saat ini acapkali mudah menyebarkan hoax/ fitnah. Seorang tokoh propagandis, H. Misbach, menggambarkan sikap seorang mukmin yang berada di dalam fitnah hidup yakni; mukmin yang mendidik anak murid [...] didikan kemerdekaan dan hak-haknya kemanusiaan, takut kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan hidup bersama-sama, dan, mukmin harus membedakan dan melawan fitnah serta penyebar fitnah.

Pemuda harus melakukan suatu kolaborasi yang dapat membangkitkan suatu gerakan besar. Tidaklah perlu untuk saling menjatuhkan antar elemen pemuda yang bergerak demi bangsa yang tercinta ini. Maka, kolaborasi antar elemen pemuda adalah kunci dalam mewujudkan peradaban madani. Pemuda yang memiliki kedekatan dengan dimensi pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi hingga teknologi beserta yang lainnya, dikemas dengan nilai-nilai perjuangan. Dilain hal tersebut, mau tidak mau harus memiliki hubungan erat dengan kekuaran Maha Besar. Meminta pertolongan dari-Nya dalam mencapai tujuan bersama. Maka, atas segala ridho-Nya, peradaban madani itu akan terwujud.

 

Referensi

Ath-Thahthawi, A. A. (2009). The Great Leaders: Kisah Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Gema Insani.
Bisri, K. H. (2016). Saleh Ritual Saleh Sosial. Yogyakarta: Diva Press.
Fillah, S. A. (2018). #mncrgknskl. Yogyakarta: Pro-U Media.
Misbach, H. M. (2016). Aksi Propaganda di Surat Kabar Medan Moeslimin dan Islam Bergerak (1915-1926). Temanggung: Octopus.
Quthb, S. (2007). Fikih Pergerakan Sayyid Quthb : Aku Wariskan untuk Kalian! (A. Majid, Trans.) Yogyakarta: Darul Uswah.



Tulisan ini dimuat pada buku yang berjudul : Ijtihad Pemuda Menggagas Peradaban Madani 

Cinta Sang Pujangga kepada Tanah Airnya

Tandon Ciater. Sumber : Dokumentasi Pribadi



Suatu hari, di negeri yang indah nan permai. Hiduplah suatu generasi yang guyub, tiada keegoisan yang menyulut kebersamaan mereka. Saling bahu membahu dalam rangka membangun negeri yang hijau karena hehutanan dan biru karena samuderanya. Sumber daya alamnya begitu melimpah, bertumpah ruah. Hingga di halaman depan dan belakang dapat ditumbuhi dengan mudah tanaman-tanaman untuk dimasak kesehariannya.

Tatkala pagi hari, udara segar terhirup oleh para penduduk desa. Embun-embun menempel pada dedaunan yang terlihat basah. Menari seiring angin mengempas dengan asiknya. Suara binatang di balik semak belukar saling bersahutan menjadi instrumen pagi yang melodis. Terdapat anak-anak yang sedang riang gembira di pinggiran sawah.

Adi dan teman-temannya sedang meniup seruling dan mengdendangkan membalas suara alam. Ia adalah anak sekolah dasar yang memiliki semangat untuk menjadikan desanya makmur dan sejahtera. Ayahnya, seorang petani yang sedang menggemburkan ladang dengan kerbau yang gagah. Menanam bibit padi yang menjadi cikal bakal sumber makanan yang disantap para penduduk di negeri—desa maupun kota—tersebut.

Sore di kota, kendaraan yang melewati jalan raya memunculkan romansa. Tidak saling mendahului, apalagi melebihi batas jalur pelikan dan menjamah trotoar. Senja menjadi penutup kesibukan dan pelipur lara para penduduk kota. Menuju rumah dan suasana yang menghangat walau hanya istana sepetak dua petak.

Makan malam dipandu oleh si Kepala keluarga sebagai teladan kepada putra-putrinya. Sang Ibu mendidik mereka dengan kasih sayang dan menjadikan sosok yang peduli terhadap negerinya. Daya, putranya yang merupakan anak sekolah dasar yang senang bermain dengan siapapun, tanpa mengenal orang kaya dan miskin.

Waktu demi waktu  terus bergulir. Zaman kian berubah beberapa windu kedepan. Membuat sanak saudara menjadi sibuk atas kepentingan perutnya. Terlebih, pemerintah yang semakin bersifat regulator tanpa berinteraksi hangat dengan penduduknya. Justru lebih menyambut kedatangan mereka yang berasal dari luar negerinya dalam rangka ‘membangun’, katanya. Desa-desa menjadi sasaran untuk membangun pabrik hingga penanaman modal asing, faktanya. Kota-kota menjadi pusat transaksi hitam di atas putih. Pendidikan diserahkan kepada mekanisme pasar dan menjadikannya komersil. Bagai barang yang dijual, kalau ingin mendapatkannya harus membeli dengan harga yang mahal.

---

Adi semakin bertumbuh besar. Memasuki dunia pendidikan tinggi, ia bersyukur dapat mengenyam perkuliahan yang tidak semua temannya mendapatkan kesempatan itu. Ia bertemu dengan mahasiswa lainnya yang berasal dari berbagai daerah. Segala kegiatan di -kampus, terkhusus organisasi dan kegiatan sosial ia emban dengan ceria. Dinamika yang ia rasakan dalam hatinya, membuat dirinya membara untuk berkarya dan memberikan yang terbaik untuk desa dan bangsa.

Daya, sudah menjadi keharusan baginya untuk mengenyam pendidikan tinggi. Ia penuh percaya diri untuk aktif dalam berbagai kegiatan di kampus barunya. Ia bertemu dengan mahasiswa lainnya yang turut aktif dalam kegiatan organisasi. Bermunculan ihwal yang memantik dirinya untuk berbuat kemanfaatan untuk kota dan bangsa.

Suatu ketika dalam suasana sore yang hangat, di lapangan rerumputan yang diiringi nyiur pohon-pohon nan terempas oleh angin, ada sekerumunan mahasiswa yang membuat lingkaran. Mereka sedang mendiskusikan sesuatu dengan asik. Terdengar suara yang menggema dari lingkaran tersebut yang masuk ke dalam gendang telinga Adi. Dari sebelah utara ia melihatnya dan mendekat.

“Sungguh miris negeri ini, biaya pendidikan begitu mahal. Banyak rumah penduduk yang digusur dengan dalih pembangunan oleh pemerintah. Ketika kita menyuarakan, malah dibubarkan bahkan ditangkap sebegitu kasarnya. Kita harus melakukan perubahan!” lantang suara dari lingkaran diskusi.
Daya, sedang berjalan santai sambil menikmati semilir angin sore di kampusnya. Dari arah selatan, ia melihat suatu lingkaran mahasiswa yang membuatnya ingin menuju ke sana. Ia mendengar lontaran suara yang lantang.

“Apakah kita hanya berdiam diri saja? Kalau bapak bangsa kita bilang, jangan tanyakan kepada negeri apa yang telah kita dapatkan, tetapi tanyakanlah kepada diri kita hal apa yang telah kita berikan kepada negeri? Maka dari itu, kita harus bergerak bersama!”

------

Berbagai ancaman menghampiri Adi dan Daya. Keadaan pemerintah semakin otoriter. Beberapa kali mereka merasakan interogasi aparat atas aspirasi yang mereka sampaikan—yang merupakan keresahan seluruh elemen di negeri. Negara semakin tak berimbang. Memihak bukan kepada penduduk asli, melainkan petinggi dunia yang menjamah negeri. Kebijakan semakin tidak prinsipal.

Adi dan Daya, bertemu di suatu forum yang merekatkan semangat perubahan untuk negerinya. Mengajak seluruh elemen yang berbeda untuk menyatukan keresahan bahwa negeri ini butuh seonggok pemuda. Dengan berbagai ikhtiar nurani dan moral, muncul berbagai gerakan akar rumput hingga pendidikan untuk membersamai penduduk untuk melakukan perubahan.

Bukannya menyerah, momentum riskan yang ia dapatkan justru membuat bara api di dalam jiwa semakin berkobar. Dengan kecintaan kepada negerinya, semakin bebatuan membentur diri, mengasah dan menjadi permata harapan untuk bangsa. Jiwa muda semakin menggelora.
Adi dan Daya, menjadi seonggok pemuda yang terus melakukan gerakan sebagai wujud kecintaan terhadap negerinya—serta desa yang merupakan tempat bertumbuh dan kota sebagai transaksi kebajikan.


Negeri kita kaya raya
Semesta tau dengan dan tanpa sengaja
Tinggal bagaimana si pemuda
Ingin mengolah atau nelangsa

Pujangga Bangsa


(tulisan ini dimuat juga pada laman Swara BEM UNJ 2019)

Selasa, 14 Mei 2019

Ruangbelajar untuk Kita Semua


Bimbel Online di Ruangguru, Suatu Kemudahan Loh!

--Ruangbelajar untuk kita semua--

Udah beberapa hari di bulan Ramadan nih, bagaimana puasa kamu? Semoga menuai berkah yapp.. Nah, di saat puasa atau enggak, suatu kewajiban kita sebagai pelajar jangan sampai ketinggalan. Apatuhh?  Iyap, yaitu belajar guyss. Pun jangan dijadiin alasan untuk malas belajar saat berpuasa.. gaboleh yaah

Mungkin kalau kamu belajar sendiri, agak bingung kali yaa.. Apalagi, sekarang kita diminta agar lebih mandiri dalam memahami mata pelajaran yang kita hadepin di kelas, ya gak? Hmm iya juga sih yaa..

Terus gimana kalau kita gabisa belajar sendiri? It means, harus ada pembimbingnya alias bimbel gituh. Sekaligus kita gak merasa sendirian juga pas pengen belajar..

Zaman sekarang/ zaman now, hampir tiap kita udah menggunakan gadget, bahkan laptop untuk belajar. Apalagi, udah didukung oleh koneksi internet untuk bisa mengakses secara online. 
Wahh ga kepikiran yah dulu harus belajar tapi belum ada koneksi internet. Harus belajar ini itu dari sumbernya secara langsung, belum bisa secara online

Nah kita harus bisa memanfaatkannya nih guys, jadi internet bukan hanya untuk main game online, nonton anime, dan yang lainnya.. apalagi nonton drama korea yang bikin kita melow, hehe. Gapapasih yaa asalkan kita gak lupa untuk belajar. Sepakat? Yoww

Kudu gimana nih kita biar bisa belajar dengan gadget/ laptop? Kita bisa belajar online loh!

Terus gimana caranya cuy?

Santuy.. kita bisa akses belajar/ bimbel online di Ruangguru loh!



Wahh, gilee keren bangets! Apatuh nama produknya?

Nah.. nama produknya adalah ruangbelajar. Kita bisa belajar nih untuk memahami berbagai macam mata pelajaran. Baik itu jurusan IPA ataupun IPS. Yoshh

Ashiaap..abis UTS geo, ekonomi, sosio dan lainnya, gue harus bisa lebih paham nih biar bisa :’

So, apatuh ruangbelajar?

Akses belajar untuk kita biar lebih mudah dan nyaman. Yaitu belajar dari salah satu produk ruangguru. Jadi kamu gak bakal sia-siakan gadget/ laptop kamu untuk sekadar nonton drakor aja nih.. tapi juga bisa belajar dengan cara yang asyik loh.  Fitur-fitur di dalamnya hadir biar kamu lebih nyaman dan mudah dalam memahami mata pelajaran. yuhuu

Terus apa aja nih yang bisa kita dapetin di ruangbelajar ?



Pertama. Kita bisa mengakses ribuan video belajar yang memiliki visualisasi menarik dan pembahasan soal untuk jenjang SD, SMP hingga SMA lohh. Yaitu bersama Master Teacher dengan durasi video sekitar 10-15 menit guyss. Wahh asyik kann.. mantap

Nah di video belajar tersebut kita dijelasin secara langsung nih guyss oleh Master Teachernya. Tentu dengan cara ini kita bisa menonton penjelasan tentang mata pelajarannya. Asyik banget kan? Yoww. Cuss dicek https://www.youtube.com/watch?v=YZWs4beCsRw

Lalu apa setelah itu yaah?

Kita bisa ningkatin pemahaman nih dengan banyaknya latihan mengerjakan soal. Nanti soal latihannya udah tersedia nih guyss dengan berbagai macam tingkatan. Abis itu nilai bisa langsung keluar dan bisa kita lihat pembahasannya.. Wah bisa tau dong yaa benar-salahnya kita ngerjain soal-soal latihannyaa... uhuyy

Ohyaa abis itu kadang kan kita suka lupa ya, di ruangbelajar ada rangkuman materinya lohh!



Ashiapp.. jadi makin  gak sabar nih mau pake produknya ruangbelajar, yoww

So, gimana guys? Ayo segera berlangganan produk ruangbelajar biar gak ketinggalan!

Belajar jadi makin keren dan mengasyikan. Langsung aja nih guys kemari https://ruangguru.com/belajar ada diskon menarik lohh.

Ayo, revolusikan belajar kita! Yeahh.

Minggu, 07 Oktober 2018

Raja Tanpa Mahkota dan Sarekat Islam


Raja Tanpa Mahkota dan Sarekat Islam
Oleh : Fajar Subhi



            Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Ponorogo pada 16 Agustus 1882. Ayahnya, R. M. Tjokroamiseno adalah wedana di Kleco, Madiun dan kakeknya, R. M Tjokronegoro, pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo, salah seorang ulama paling berpengaruh di Jawa pada abad ke-19. Setelah lulus dari OSVIA (Opleiding School voor Indlandsche Ambtenaren) Magelang pada 1902, anak kedua dari dua belas bersaudara ini bekerja sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi hingga 1905. Pada masa ini ia juga menikahi Soeharsikin, yang dikaruniai lima orang anak. Anak pertama Netty Oetari yang pernah menikah dengan Bung Karno. Anak kedua bernama Oetaryo Anwar Tjokroaminoto, dengan aktifitas dan tugas sebagai wartawan, Penasehat Panglima Besar Sudirman, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, Anggota Dewan Pertimbangan Agung. Anak ketiga Harsono Tjokroaminoto dengan julukan masa kecil “Mustafa Kamil”, beberapa kali sebagai menteri pada Pemerintahan Republik Indonesia di tahun 1940-1970-an, anak keempat bernama Islamiah, dan anak terakhir bernama Suyud Achmad juga seorang wartawan.

            Gang Peneleh, ialah lokasi Rumah Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto selama tinggal di Surabaya. Beliau sebagai ketua salah satu organisasi pergerakan terbesar di Hindia Belanda, Sarekat Islam. Selain dibuat usaha kos-kosan oleh istrinya, rumah itu sering dipakai oleh Tjokroaminoto untuk mengajar dan berdiskusi dengan para aktivis muda. Beberapa diantara mereka yang pernah tinggal dan menjadi murid Tjokroaminoto di rumah tersebut adalah Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso dengan Partai Komunis Indonesia, sedangkan Kartosoewirjo dengan pemikiran Islam yang radikal. Dari rumah tersebutlah kemudian Tjokroaminoto dikenal sebagai guru para pendiri Bangsa Indonesia. “Raja Tanpa Mahkota”, begitulah dipanggil oleh orang Belanda. Beliau adalah BAANBREKER INDONESIA. Peretas jalan, peletak fondasi awal bangunan republik.


[Lahirnya Sarekat Dagang Islam]
              Di Surakarta, R.M. Tirtoadhisoerjo (yang selanjutnya akan menjadi pemimpin Redaktur Sarotomo) berhasil meyakinkan H. Samanhoedi, seorang pengusaha batik yang besar dari kampung Laweyan, perlunya mendirikan perkumpulan dagang seperti di Batavia dan Bogor itu. Pada akhir tahun 1911, H. Samanhoedi berhasil menghimpun pengusaha-pengusaha batik di Surakarta untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan nama Sarekat Dagang Islam.
            Serikat ini seperti bentuk dari koperasi dagang pengusaha-pengusaha batik yang bertujuan merobohkan monopoli pedagang-pedagang Cina yang menyediakan bahan-bahan baku bagi perusahaan batik. Dalam waktu yang singkat, pergerakan Sarekat Dagang Islam Surakarta ini meluas dan berkembang. Anggota SDI tidak hanya terbatas pada pengusaha batik, tetapi juga pedagang Indonesia dan rakyat pada umumnya.
Kemudian serikat-serikat ini menyusul dan muncul di beberapa tempat di luar Surakarta, diantaranya di Surabaya yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto. Karena berkembangnya pergerakan Sarekat Dagang Islam, baik kuantitas dan kualitas dari para anggotanya, kata ‘dagang’ dihapus dan selanjutnya bernama Sarekat Islam (disahkan dengan akte notaris di Surakarta pada tanggal 10 September 1912).

Berdasarkan anggaran dasar SI, tidak terbatas pada perdagangan saja, tetapi juga mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial, hingga agama Islam bangsa Indonesia. Seiring berkembangnya pergerakan SI, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi kalangan orang-orang Cina. Terjadi konflik di beberapa kota terutama yang ada cabang SI. Konflik tersebut menjadi bentrokan di Surakarta, Surabaya, Semarang dan Kudus.
Upaya pergerakan SI yang dimotori oleh HOS Tjokroaminoto dan H. Samanhoedi bukanlah suatu hal yang mudah. Tjokro ditangkap dan dipenjara atas tuduhan-tuduhan yang menimpanya. Terjadi pembekuan dan pelarangan oleh pemerintah Belanda, adapun sinyal disahkannya SI tetapi hanya bersifat lokal. Sarekat Islam mendulang banyak anggota dan Tjokro menarik massa secara besar-besaran yang tak lepas dari strategi yang dilakukannya. Beliau melakukan interaksi terhadap Indische Partij (Douwes Dekker, Soewardi, dan Tjipto Mangoenkoesoemo). Tjokro belajar tekni rally dalam ekspetasi massa dan tidak sekadar menulis di surat kabar dan vergadering, tetapi juga berunding dengan penguasa.
Pada tahun 1923, diadakan rapat terbuka di Batavia. Kemudian juga diselenggarakan kongres di Madiun pada tanggal 17-23 Februari 1923. Kepiawaian Tjokro dalam berpolitik ditunjukan, ia—beserta Agus Salim—mendekat ke PKI dengan tidak bermaksud mengikuti pahamnya. Tjokro kembali terpilih sebagai ketua CSI.
Beberapa bulan kemudian, PKI semakin kuat dan CSI kian lemah. Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan pada tahun 1924 dengan maksud menghimpun kaum perjuangan membela buruh dan rakyat jelata. Menurutnya, buruh dan rakyat jelata adalah korban dari sosok kapitalisme penjajahan Belanda. Sebelumnya, Indischee Sociaal-Democratische Veereninging (ISDV) didirikan oleh tokoh Belanda kiri, Sneevliet pada tahun 1914 dan menyebarkan pahamnya untuk melawan kolonialisme. Semaoen, salah satu murid Tjokro belajar dari Sneevliet yang bertemu di Surabaya pada 1915. Nama ISDV berubah menjadi Perserikatan Komunis Hindia yang kemudian diubah lagi menjadi PKI pada tahun 1924. Memperluas pemahaman ke pedesaan, baik di pulau Jawa maupun luar pulau Jawa, yang diharapkan menjadi persiapan untuk revolusi.
Pada bulan November 1924, Tjokroaminoto menulis Islam dan Sosialisme. Kemudian beliau bersama KHM Mansyur diutus mewakili Mu’tamar Al-Alamul Islami far’ul Hindish Sharkiyyah (MAIHS), kongres Islam Sedunia cabang Hindia Timur yang diprakarsai oleh Raja Abdul Aziz Ibnu Sa’ud di Mekah pada 1 Juni 1926. Sepulang dari Mekah, beliau dipanggil Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Pada 28 Oktober 1928, sumpah Pemuda dibacakan.
Tahun 1930, nama partai Sarekat Islam Hindia Timur berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan akhir tahun 1930 keluar dari PPPKI (Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia).
HOS Tjokroaminoto wafat pada 17 Desember 1934. Sepeninggal beliau PSII tetap hidup dan dilanjutkan oleh Agus Salim dan Kartosoewirjo. Inilah masa semua orang merasa kehilangan sosok guru, induk semang yang membuka pikiran rakyat pribumi untuk berani menegakkan kebenaran berlandaskan Agama Islam. Beliau mengembuskan napas terakhirnya pada 10 Ramadan 1353 pada usia 52 tahun. Almarhum dimakamkan di TPU Kampung Pakuneen, Wirubrajan, Yogyakarta. Dalam tulisan yang dimuat di Sendjata Pemoeda (surat kabar PSII) , Tjokro menegaskan : keutamaan, kebesaran, kemuliaan dan keberanian bisa tercapai lewat ilmu tauhid. Salah satu trilogi Tjokroaminoto yang termasyhur adalah setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. HOS Tjokroaminoto menjadi inspirasi besar hingga tumbuhlah sosok kaum perintis kemerdekaan.
#BelajarDariSejarah #Indonesia #HOSTjokroaminoto #Surabaya


Referensi Tulisan:       -     Rumah HOS Tjokroaminoto, Surabaya.
-          Shiraishi, T. (1997). Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. (H. Farid, Penerj.) Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
-          idsejarah.net
-          ANRI Serikat Islam Lokal




HOS Tjokroaminoto. Sumber : Dokumentasi Pribadi 2018





Rumah HOS Tjokroaminoto. Sumber : Dokumentasi Pribadi 2018






Andai Student Loan

Andai Student Loan
Oleh : Fajar Subhi

 Berakhirnya era penjajahan semenjak 72 tahun silam diharap dapat menimbulkan harapan kuat untuk majunya negara Indonesia. Kualifikasi pendidikan ialah suatu inkubator untuk mengolah mentalitas dan mengangkat status sosial masyarakat Indonesia. Pembebasan dari cengkraman kolonialisme kala itu memunculkan kesadaran politik dalam membangun pendidikan yang berkeindonesiaan. Pun, menjadi sebuah keharusan bagi negara dalam menyejahterakan rakyat melalui prosesi pendidikan yang terjamin hak-haknya. Sebagaimana termaktub pada Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. 
Berdalih untuk memajukan visi ‘kita’ ke depan yang sangat basic, yaitu dalam bidang pendidikan, Jokowi menantang bank konvensional dan meminta Otoritas Jasa Keuangan untuk menggarap pasar kredit pendidikan. Pada tanggal 15 Maret 2018 Jokowi menyampaikan bahwa jika Indonesia memiliki produk kredit pendidikan, maka akan dapat mendorong perilaku kredit konsumtif berpindah ke hal yang bersifat produktif dan memberi nilai tambah kepada intelektualitas, visi kita kedepan yang sangat basic, yaitu bidang pendidikan. 
"Saya ingin memberi PR (pekerjaan rumah) kepada Bapak Ibu sekalian, dengan yang namanya student loan atau kredit pendidikan," kata Jokowi saat pertemuan dengan pimpinan bank umum di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3/2018)[1]. 
Apakah dengan diluncurkannya student loan yang dimaksudkan oleh Jokowi dapat berdampak baik? Tentu. Dengan hal tersebut, banyak pelajar yang akan mudah mendapatkan ‘pinjaman’ uang untuk berkuliah. Tetapi, hanya untuk sementara—disaat menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi. Mereka—yang mengambil kredit pendidikan—harus melunaskan dikala mereka lulus kuliah. 
Secara umum, tak dapat kita pungkiri bahwa kredit tersebut memiliki bunga—karena menggaet bank konvensional. Hal ini yang akan menambah beban bagi mereka yang mengambil kredit pendidikan. Di Amerika Serikat, penelitian dari NerdWallet memprediksi mahasiswa yang lulus kuliah di tahun 2015 harus menunda pensiunnya sampai usia 75 tahun.
Pun, sejumlah 60% peminjam kredit pendidikan di AS baru bisa melunasi utang di usia 40-an. Itu sekelas Amerika—yang mungkin dapat kita katakan terjamin lapangan pekerjaannya.
Bukankah negara hadir untuk rakyatnya? Mengorganisasikan pemerintahan untuk menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Bukan mahalnya biaya untuk dapat berkuliah, diutangi pula. Padahal, alokasi dana APBN untuk anggaran pendidikan ialah sekurangnya 20%, ini termaktub dalam Pasal 31 ayat (4) UUD 1945. Sejumlah 38,73T atau 9,31% dari anggaran pendidikan, itu diperuntukan kebutuhan pendidikan tinggi[2]. 
Tampaknya, negara ini tidak lepas dari paradigma neoliberal. Pada awal tahun 1980an, paradigma kebijakan ekonomi neoliberal mulai digunakan oleh negara maju dan menyebar ke negara berkembang. Menurut Tilak, dampak dari kebijakan-kebijakan neoliberal ialah  menguatnya sistem pasar bebas dan membuat peran dari pendidikan tinggi harus diinterpretasi dan didefinisikan kembali.[3] 
Pendidikan dianggap sebagai suatu komoditas. Logika yang dipakai ialah logika jualbeli. Padahal, pendidikan tidak seperti itu. Pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat Indonesia. Proses pendidikan harus mampu menghubungkan kapasitas individual ke dalam kehidupan kolektif sebagai warga negara demi suatu harmonika di dunia. Ki Hajar Dewantara, menuangkan suatu semboyan, “mangaju-aji salira, mengaju-aju bangsa, mangaju-aju manungsa” (membahagiakan diri, membahagiakan bangsa, membahagiakan kemanusiaan). 
Jimmy—sebagai pemerhati pendidikan dari UNJ—mengatakan bahwa dalam UU Nomor 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, pemerintah pusat dan daerah beserta pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi. Hal ini diatur dalam Pasal 76 ayat (1).[4] Sudah seharusnya pemerintah untuk memenuhi hak mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Justru, pada ayat (2) pemenuhan tersebut dengan cara memberikan beasiswa dan membebaskan biaya pendidikan. Penulis khawatir, jikalau student loan fiks diterapkan dan dibuat kebijakan oleh pemerintah, redaksi diatas dapat berubah, bahwa mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dipersilakan meminjam kredit pendidikan. Mereka diberi jalan untuk berkuliah dengan cara berutang.
Maka, menjadi sebuah peringatan besar jikalau pendidikan sudah menjadi cengkraman sistem pasar bebas. Tidak memiliki integritas dalam menentukan pendidikan yang berbasis kemudahan untuk masyarakat. Perlu dicamkan, bahwa pendidikan bukanlah barang dagang. 
“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan” Tan Malaka.  
  

Daftar Pustaka
Naufal Mamduh “Kredit Pendidikan ala Jokowi : Masalah atau Solusi?” diakses dari
Putra, Galih. 2016. Politik Pendidikan : Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia dan India. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Sakina Rakhma “ Jokowi Minta Perbankan Sediakan ‘Student Loan’ ini komentar BI diakses dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/16/203800026/jokowi-minta-perbankan-sediakanstudent-loan-ini-komentar-bi. diakses pada tanggal 5 April 2018 pukul 01.30 WIB   
Staf Presiden RI. 2017. Kajian Anggaran Pendidikan diakses di anggaran.depkeu.go.id  
Tim PGRI. 2014. Pendidikan untuk Transformasi Bangsa : Arah Baru Pendidikan untuk Perubahan Mental Bangsa. Jakarta : Kompas.


[1] Sakina Rakhma “ Jokowi Minta Perbankan Sediakan ‘Student Loan’ ini komentar BI diakses dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/16/203800026/jokowi-minta-perbankan-sediakan-student-loanini-komentar-bi. diakses pada tanggal 5 April 2018 pukul 01.30 WIB   
[2] Departemen Keuangan, 2017 
[3] Putra, Galih. 2016. Politik Pendidikan : Liberalisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia dan India. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
[4] Naufal Mamduh “Kredit Pendidikan ala Jokowi : Masalah atau Solusi?” diakses dari https://tirto.id/kreditpendidikan-ala-jokowi-masalah-atau-solusi-cGoC pada tanggal 5 April 2018 pukul 06.42 WIB