Urgensi Solidaritas dalam Gerakan (Mahasiswa)
Mengapa dapat dikatakan pentingnya
kebersatuan (solidaritas) dalam gerakan? Penulis yakin bahwa dalam pergerakan
dibutuhkan solidasi dalam melakukan aksinya. Dalam bergerak, dibutuhkan adanya
”massa”. Karena hal ini yang akan membuat militansinya suatu pergerakan
(mahasiswa).
Dalam masa-masa akhir (awal abad
ke-20) kolonialisme, terbentuklah beberapa organisasi yang merupakan kumpulan
yang membentuk massa. Tahun 1905 (dibulan Oktober) berdirilah Sarekat Dagang
Islam. Dengan ketuanya yaitu Samanhoedi. Disusul dengan berdirinya BO pada
1908. Kemudian National Indische Partij
pada 1912. Namun masil belum bisa mencium aroma kebangsaan Indonesia. BO dan
NIP ialah sebuah kumpulan (partai) yang tidak memiliki cita-cita menyingkirkan
imperialisme dan cita-cita nasional.
Keadaan selanjutnya, dalam
perjuangannya yang luar biasa beratnya selama beberapa tahun lalu, berhasillah
PKI dan SR menghimpun kaum buruh dan revolusioner dari SI (SDI), BO dan NIP
untuk bernaung dibawah panji-panjinya. Dalam beberapa aksi daerah untuk tujuan
yang kecil-kecil, PKI dan SR sudah menunjukkan kekuatan dan kecakapannya.
Tetapi belum kuasa, dimanakah rakyat berjuta-juta di Jawa, Sumatra, Sulawesi?
Karena memang belum adanya keterikatan pergerakan yang ber-komando satu.
Untuk kepentingan pergerakan, sangat
banyak yang harus dirahasiakan. Karena suatu hari akan kita ceritakan kepada
rekan-rekan seperjuangan dan kepada mereka yang menyetujui kita, bukan putch melainkan solidaritas perjuangan
(pergerakan massa).
Pun, dalam melakukan sebuah
pergerakan, semangat saja tidak cukup. Banyak yang memakai istilah kemajuan
hidup suatu bangsa dengan istilah semangat. Namun juga, dibutuhkan adanya suatu
proses saling merekatkan dalam suatu wadah gerakan.
Saat ini, kita tengah mengisi
kemerdekaan. Menikmati hasil perjuangan para pendahulu kemerdekaan kita yang
begitu susah payah memerdekakan negeri ini. Lambat laun, dalam suatu
kepemimpinan suatu orde (masa) memiliki egositik. Sebagai contoh orde baru.
Sulitnya berkumpul dan menyampaikan pendapat. Membuat kita (mahasiswa)
meluapkan kekesalan atas pembungkaman orde baru. Hingga akhirnya, saling
memiliki keterikatan dalam suatu pergerakan yang diharapkan. Dengan mula-mula
berkumpul dalam suatu forum, tidak sedikit yang menjadi korban atas momentum
ini. Singkatnya, terjadilah suatu masa yaitu Reformasi. Terjadi, karena
memiliki soliditas yang mumpuni dalam menggerakan sebuah perubahan oleh massa
(yang solid).
Namun, kita kecolongan dalam reformasi
ini. Lihat saja apa yang tengah terjadi saat ini. Bentuk reformasi yang kita
idam-idamkan diambil alih oleh oknum demokrasi liberal. Yaitu secara seenaknya,
semena-menanya, dan sebebas-bebasnya membuat kebijakan yang sporadis. Kebijakan
yang dibuat tanpa memperhatikan keadaan masyarakatnya. Hanya menguntungkan beberapa
oknum pembuat kebijakan tersebut.
Berkali-kali mahasiswa melakukan
pergerakan. Mencoba mendobrak pemerintahan saat ini yang meRAJAlela. Ya,
bagaikan sang Raja dalam suatu demokrasi ini. Namun, bagaimana impact terhadap hasil gerakan mahasiswa?
Belantaranya suatu negeri ini.. bagaikan bos yang menyuruh karyawan dan
kawan-kawanannya, dan mereka saja yang mendapat nilainya. Bagaimana keadaan
rakyat? Dibuat bodoh, bangga atas kebijakan pemerintah yang sporadis, licik
sekali pemerintah (keji) ini.
Akankah kita dalam pergerakan
mahasiswa masa Reformasi akan kebal terhadap stigma orang-orang yang terlalu
kritis, menyenggol mahasiswa (BEM) betapa ‘lucunya’ melakukan Reformasi (lagi).
Mahasiswa berlogika sederhana, ketika ada kelaliman dalam kepemerintahan terhadap
rakyatnya, maka LAWAN.
Solidasi lagi wahai Mahasiswa dalam
gerakan ini. Namun, jangan sampai kecolongan lagi saat jilid 2 (nanti, hingga
takdir Tuhan yang menentukan). Tetap pada koridor gerakan yang berlandaskan
iman. Karena dengan itu, solidasi akan terasa satu sama lain. Maka kita akan
menjadi gerakan massa. Bahkan tidak sekadar aktif dan reformatif, tetapi
solutif dalam membela rakyat Indonesia. Kau mahasiswa? Saling membangun dan
solidasi untuk Indonesia.
-Fajar
Subhi-
References
Malaka, Tan. Aksi
Massa. Edited by Yogaswara. Jakarta: Narasi, 2016.
Multitama. Keep
Fight. Jakarta: Qisthi Press, 2010.
Zain, Umar Nur. Belantara Ibu Kota. Jakarta:
Sinar Harapan, 2000.