Jumat, 24 November 2017

Malam dan Keramaian, Inspirasi Tersendiri untuk Menulis

Kapan Waktu Terbaikku untuk Menulis?
Kapan Aku Mendapatkan Ide-Ide untuk Menulis?

- Fajar Subhi

Sumber gambar : Hola Wallpaper 2016


Dengan nama Allah yang Maha Ilmu, tiadalah hanya percikan air yang kami miliki daripada-Mu. Izin kepada (alm) Pramoedya Ananta Toer yang begitu dikagumi oleh kalangan Sastrawan. 

Aku adalah orang yang sok-sok'an untuk tampil, bisa dan terlihat keren. Padahal yaa biasa saja. Terlebih dalam hal menulis (fiksi dan nonfiksi). Tetapi aku cuek saja, pun siap mendapat kritik dari siapapun. Niatku ialah untuk berbagi kebaikan, dan membuktikan bahwa menulis ialah sebuah kebutuhan. 

Waktu terbaikku untuk menulis ialah saat kapan saja ketika mendapat inspirasi. Terkadang di waktu sunyi, juga di waktu ketika ramai. Ketika di waktu sunyi, aku lebih nyaman dan tenteram (hati) diwaktu malam. Kenapa di waktu malam? Karena saat itulah aku mengakhiri keseharian setelah bergelut dengan berbagai aktivitas. Sampai-sampai, aku memulai hari (tidak jarang) juga dengan menulis. 

Artinya, aku menulis disaat pertengahan malam hingga berganti hari. 

Aku mendapat ide-ide menulis di waktu keramaian dan waktu malam. Di waktu keramaian, entah kenapa bermunculan ide untuk menulis. Karena yang aku lihat banyak orang yang sedang sibuk dengan aktivitasnya. Menjadi inspirasi tersendiri untuk ide menulis.

Di waktu malam, aku mengingat apa saja yang telah ku lalui hari ini dan sebelumnya. Lalu aku tuangkan dalam tulisan yang akan mengabadi. Tiada esensi dari hidup ketika kita tidak menulis. Maka, menulis ialah menghargai bahwa kita hidup. Aku berpikir, maka aku menulis.


-Tulisan ini selesai Pukul 23.15 WIB ketika sedang dalam perjalanan (hampir sampai) ke Desa Sindangsari, Kabupaten Cianjur, diterangi cahaya bulan dan bulir air hujan yang berjatuhan

Kamis, 23 November 2017

Gerakan Nyata dalam Membangun Bangsa

Gerakan Nyata dalam Membangun Bangsa
oleh : Fajar Subhi

Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi2017

Mengenai suatu pergerakan, saya lebih mendekat pada suatu makna kepedulian. Ketika ada suatu kelompok yang ingin membantu kelompok lainnya yang sedang dalam keresahan. Karena berbagai macam faktor,terkhusus pada kebijakan para elit politik dan pemerintah yang hanya menguntungkan pihak mereka. Para wayang yang dijadikan objek tidak merasakan keuntungan bahkan tertindas karena kebijakan tersebut. Ini saatnya kita sebagai pemuda dan mahasiswa dalam membentuk sebuah gerakan yang mengkritisi dan melawan kezaliman pemerintah. Pada awal abad 20 keadaan Indonesia masih terjajah oleh Belanda. Tetapi para pemuda tidak hanya tinggal diam. Mereka terus belajar bagaimana Indonesia bisa terlepas dari rantai perbudakan.

Ada berbagai macam pergerakan saat itu, ada Sarekat Islam, Boedi Oetomo. Para pemuda didalamnya bukan hanya mendirikan, tetapi memikirkan bagaimana hal ini bisa menjadi pergerakan. Mereka juga membuat jurnal, ada Sinar Djawa, Medan Bergerak, Medan Prijaji, Islam Bergerak dll. Tercatat beberapa nama seperti Samanhoedi, Misbach, Tjipto, Tjokroaminoto dan masih banyak lagi yang aktif dalam pergerakan pada saat itu. Disusul dengan Soekarno, Hatta, Ahmad Yani dll. Mereka berjuang untuk merebut tanah air dari belenggu penjajah.

Kemudian sebelum itu Tjipto dan Soewardi mendirikan Komite Bumiputra untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda yang terdiri atas Tjipto sebagai ketua, Seojatiman sebagai wakil, Soewardi sebagai sekretaris dan Wignjadisastra sebagai bendahara dan menerbitkan tulisan Soewardi “Als ik eens Nederlander was”, tulisan yang paling radikal saat itu. Mengkritik pemerintah hindia belanda, masalah dominasi dan penundukan kolonial.

Saat ini kita harus mempertahankan tanah air ini dan mengisi kemerdekaan. Aksi adalah hal yang harus kita lakukan. Aksi intelektual, aksi sosial dan aksi jalanan. Pada aksi intelektual, ketika kita sedang berada di dalam kelas. Belajar, berdiskusi dan menulis adalah aksi intelektual. Tetapi tidak hanya itu saja, mengimplikasikannya itu penting sebagai output atas pelajaran yang telah didapatkan. Selain itu, menulis opini dan mengkritik pemerintah atau birokrasi melalui media dan cara-cara kreatif juga termasuk aksi intelektual.

Kemudian aksi sosial, yakni mengadakan kegiatan sosial dan secara langsung kita terjun ke masyarakat. Banyak hal yang bisa kita lakukan disini, seperti bakti atau donasi sosial, santunan, buka bersama di panti asuhan, mengajar dan mengabdi. Itu merupakan aksi sosial yang dapat meringankan orang-orang yang membutuhkan serta membangun peradaban. Lewat aksi tersebut kita dapat mengajar anak-anak yang belum bisa mendapatkan pendidikan formal di sekolah, dengan mengajarkan membaca, menulis dan menghitung. Salah satu aksi yang luar biasa ialah Sokola Rimba yang diinisiasi oleh Butet Manurung[1]

Terakhir yaitu aksi jalanan. Ketika sudah terjadi ketidakwarasan pemerintah dalam membuat kebijakan dan bersikap. Misal dalam menjalankan proyek Reklamasi. Sudah jelas proyek reklamasi membuat masyarakat di sekitar pantai Jakarta dan sekitarnya merugi. Terkhusus masyarakat yang tinggal disana, yang notaben bermatapencaharian sebagai nelayan menjadi terganggu dalam mencari ikan. Karena laut menjadi keruh dan kotor. Sehingga para nelayan harus melaut lebih jauh dari biasanya dan akibatnya bertambah ongkos untuk solar yang biasanya hanya butuh 30 liter menjadi 40 liter. [2] Aksi massa menjadi sebuah jalan untuk mendesak pemerintah agar memberhentikan proyek reklamasi. 

Ketika pemerintah sudah semena-mena dalam membuat kebijakan dan regulasi yang hanya menguntungkan pihak mereka. Yang masyarakat rasakan ialah keresahan dan kesusahan. Dalam hidup, memenuhi kebutuhan pokok, menuntut ilmu, membuat reklamasi, mengadakan uang pangkal dan masih banyak. Kita melakukan aksi ini karena memang mendesak pemerintah untuk mendengar aspirasi dan menuntut untuk kebijakan yang pro rakyat. Setelah kita lulus dan memiliki dunia masing-masing, tidak lupa dengan idealisme saat memperjuangkan rakyat untuk menegakkan keadilan. Terkhusus pada kita yang nanti akan terjun ke dunia masyarakat menjadi aktivis sosial, politik dan pemerintahan. Untuk membuat regulasi yang membangun bangsa dan dapat menjadi representatif dari rakyat untuk membangun bangsa Indonesia .                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          Daftar Pustaka

Bisri, I. (2004). Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Shiraishi, T. (1997). Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. (H. Farid, Trans.) Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.






Selasa, 21 November 2017

Menulis sebagai Esensi Kita Hidup

Mengapa Aku (harus) Menulis?
Sumber gambar : google.com

Menulis bagiku, ialah suatu ikhtiar dalam meluapkan emosional kita. Sebuah esensi, dari kita hidup di dunia ini. Karena menurutku, seseorang boleh saja terkenal di suatu masa-nya. Tetapi kalau ia tidak menulis (meninggalkan jejak kata), maka ia akan lenyap dan tergeruskan oleh waktu. Kalau ia menulis, maka akan terkenang selama tulisan itu dapat di resapi oleh penikmatnya.

Aku memiliki cita-cita untuk menjadi penulis. Tidak sekadar itu, yakni penulis yang handal dan menuliskan suatu hal yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Orientasi aku menulis ialah untuk menebarkan cerita, sajak, narasi dan sebagainya yang berdasarkan prinsip kebermanfaatan. Ini adalah sebuah proses untuk mencapai itu. Juga, aku ingin sekali aku memiliki karya, yaitu buku. 

Menulis adalah sebuah pergerakan. Karena menurut Sayyid Quthb, "Satu peluru mampu menembus satu kepala, namun satu penulisan mampu menembus ribuan bahkan jutaan kepala.”

Selain itu pun, menulis adalah bekerja untuk keabadian (Pramoedya Ananta Toer).

Rabu, 08 November 2017

Dua Kebahagiaan yang Terpisah

Dua Kebahagiaan yang Terpisah
oleh : Fajar Subhi
Dokumentasi Pribadi 2017
Lokasi : Puncak Gunung Merbabu

Serinai bahagiamu, semoga benar adanya
Rangkai asa, atas esensi mimpimu
Ketuk pintu langit, diam-diam saja
Biar Dia yang mendengar ketukan itu

                Andai logika
                Tiadalah bisa kita berjumpa
                Mesti melangkah seribu-duaribu
                Merenang berjuta kubik air

Sudah, rangkai selalu asa
Biar rasa berjalan sendirinya
Tuhan akan memberi rel
Jalanku, jalanmu

                Tidaklah..
                ..yang berhak mengatur
                Kecuali Dia
                Lanjut saja kan bahagia kita rasa

Terus saja kamu melangkah di jalanmu
Biar saja aku melangkah di jalanku

                Pesona senja di langitmu
                Indah memburai senja di langitku
Kan menjadi pesona indah senja
Di langit kita..


Lagi, kita kan bertemu di jalan-Nya

Sabtu, 04 November 2017

Pesan Ramadhan : Harus Saleh Sosial (juga)

[Late Post]

Pesan Ramadhan : Harus Saleh Sosial (juga)
Oleh : Fajar Subhi
.
Kini..
Engkau telah melipir ditengah kerumunan suatu cipta
Kami jamu engkau dengan begitu hangat
Hangat itu..
Bagai suasana di senja hari
Berwarna jingga, yang begitu dekat rasa makna itu juga bersahaja

            Ku ingat..
Tahun lalu ku begitu payah dalam menjamu engkau
            Ayat-ayat yang ku baca tidak lebih hanya sekadar baca
Tak mengilhami diri..
            Bahkan, reaksi ku tiada bernilai di mata-Nya
            Ya, ku melakukannya, tapi lagi tiada bernilai

Ku tuliskan caraku di waktu senja ini
Disisi matahari..
Ku melihat banyak awan-awan yang asyik
Awan-awan bertasbih, tiada jarang disambut dengan burung yang menari
Lagi, pohon-pohon yang tegar beribadah pada-Nya

            Ramadhan ini..
Begitu berkesan dari tahun sebelumnya
            Rasa khidmat juang suatu massa demi keadilan
            Terbentuknya silaturrahim yang baru, dan kurasa akan panjang umur
            Asalkan, masing diantara kita saling menanggalkan egoistika

Saling menasehati, itu biasa, kawan..
Terlebih, itu membangun dan mengingatkan akan amanahmu
Biarlah, di arena saja kita saling bertarung
Tapi, sungguh kita bersahabat diluar arena itu
Saling senyum sapa, mengingatkan, dan bergerak atas kebenaran

Ramadhan kini menjadi saksi perjuangan kita, kawan
Pun,  Allah menjamin..
Bahwa ujian dari-Nya mampu kita jalani
            Bermintalah agar dikuatkan dari pada-Nya
            Hakikinya, kita dicipta untuk mengabdi dan memimpin bumi ini
            Saleh secara ritual, seyogianya juga saleh secara sosial

Selamat tinggal..
(wahai) Ramadhan, sungguh kali ini kesan bagi kami..
Semangat juang, selalu, kawan
Saat Ramadhan saja, kita bisa begerak massif
Tiada alasan untuk tidak saling menyatu, demi keluarga besar yang satu

            Sekali lagi, saleh ritual juga harus saleh sosial
            Romantisme kemarin menjadi gebu untukku, mu dan kita


(Ditulis pada tanggal 23 Juni 2017)