Refleksi Hari Pendidikan : Apa Kabar Wahai Kampusku?
Oleh : Fajar Subhi (Mahasiswa FIS UNJ)
Masih terngiang di pikiran kita
semua mengenai Hari Pendidikan. Bersorak sorai masing-masing elemen masyarakat
dalam memperingati Hari Pendidikan. Ada yang memperingatinya dengan cara pawai
pendidikan, festival bertajuk pendidikan, aksi turun ke jalan hingga refleksi
malam. Tiada yang salah selagi dalam memperingati pendidikan dengan terdidik.
Kampusku, yang dikatakan sebagai kampus pendidikan
dengan lulusan (pada umumnya) sebagai tenaga pengajar. Apa kabar wahai
kampusku? Wisma yang dirubuhkan dan akan dibangun hotel, untuk apa? Hingga banyak komersial yang masuk ke dalam
kampus (pendidikan) dan mengadakan acara ‘hedon’, dalam artian jauh dari kultur
pendidikan. Kemana habitus intelektual dalam suatu miniatur peradaban?
Dalam struktur sosial, ada kekuasaan dan wewenang.
Kekuasaan itu penting dalam suatu birokrasi. Kekuasaan itu bagaimana kemampuan
(penguasa) dalam mempengaruhi (yang dikuasainya). Hal tersebut didapatkan dari
kedudukan dan kepercayaan (Haryanto, 2005). Baiklah, dari segi kedudukan
seorang pimpinan universitas memang sah secara legalitas. Apakah dari segi
kepercayaan telah didapatkan olehnya? Kekuasaan yang bersumber dari kepercayaan
hanya muncul di masyarakat di mana anggota-anggotanya mempunyai kepercayaan
yang dimiliki pemegang kekuasaan. Artinya, bisa dikatakan bahwa kebanyakan
masyarakat UNJ yang belum mempercayakan pada pimpinannya. Kenapa? Atas perilaku
yang diperbuat.
Saya dengar ada beberapa (bahkan banyak) dosen yang
mengkritik seorang pimpinannya malah di tangkis secara unprofesional. Ada
ungkapan bahwa mereka (dosen yang mengkritik) dipanggil polisi. Saat 2 Mei
kemarin, ketika perwakilan massa aksi ingin melakukan agitasi mengelilingi UNJ
dengan menggunakan mobil sound, malah dijegal. Alih-alih mengganggu keamanan
kampus, padahal apa yang kami lakukan dijamin sesuai amanat UU No.9 tahun 1998
tentang kebebasan berpendapat. Masih teringat pada awal tahun 2016 atas
keluarnya SK pengeluaran Ronny Setiawan karena sikap kritis terhadap Rektor. Membuktikan
bahwa sikap yang anti kritik dan anti demokrasi ini terjadi disuatu ruang
demokrasi (kampus). Seharusnya, pemimpin itu besar dengan kritik.
Dimana letak habitus intelektual suatu kampus
pendidikan? Seyogyanya suatu kampus pendidikan di isi dengan kultur pendidikan,
hidupnya budaya diskusi dan literasi, lengkapnya suatu literatur perpustakaan,
hingga birokrasi yang berpihak terhadap mahasiswa. Karena menurut Peter Blau,
suatu birokrasi ialah suatu tipe organisasi untuk menyelesaikan tugas
administratif. Artinya birokrasi ini menjadi daya pendukung dalam kegiatan
kemahasiswaan. Bagaimana realitanya? Teman-teman yang bisa menjawabnya.
Bagaimana kemajuan kampusku? Permasalahan diatas
hanyalah segelintir. Masih banyak yang belum tercantumkan. Akankah hati
mahasiswa sudah tumpul? Kemana langkah pergerakan mahasiswa dalam memperbaiki
rumahnya yang concern di bidang
pendidikan? Akankah terciptanya suatu perubahan besar? Apabila mekanisme,
kebijakan, dan sikap birokrasi kampus tidak adanya perubahan bahkan semakin
memburuk, akankah diam saja? Periksa kembali hati kita. Lakukan apa yang harus
dilakukan oleh Mahasiswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar